Korban Mafia Peradilan: Akademisi Antikorupsi Serukan Pembebasan Mardani H. Maming

Jumat 01-11-2024,13:29 WIB
Reporter : Septi
Editor : Bambang

BREAKING NEWS. PALPOS.ID-Kasus hukum yang menimpa Mardani H. Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, kembali mengangkat isu serius mengenai mafia peradilan di Indonesia.

Sejumlah akademisi dan aktivis antikorupsi bersuara keras, menilai bahwa penanganan perkara ini menunjukkan adanya kesesatan hukum yang mencolok.

Mardani H. Maming terjerat dalam kasus yang berkaitan dengan perizinan tambang. Ia dituduh melakukan tindak pidana korupsi terkait penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah melalui proses evaluasi di tingkat daerah hingga pusat.

Menariknya, IUP yang diterbitkan Mardani mendapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun.

Hal ini menunjukkan bahwa izin yang dikeluarkan telah memenuhi semua persyaratan hukum yang berlaku.

BACA JUGA:BPC HIPMI Batam Pertanyakan Keadilan Hukum dalam Kasus Mardani H Maming

BACA JUGA:Sekarang UI, Ramai-Ramai Akademisi Anti Korupsi Minta Mardani H Maming Segera Dibebaskan

Namun, dalam fakta persidangan, muncul bukti bahwa proses peralihan IUP juga mendapat rekomendasi dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Tanah Bumbu, yang menyatakan bahwa proses tersebut sudah sesuai dengan undang-undang.

Rekomendasi ini didukung oleh tanda tangan dari Sekretaris Daerah, Kepala Bagian Hukum, dan Kepala Dinas Pertambangan, menambah bobot argumentasi bahwa tidak ada kesalahan prosedural dalam penerbitan IUP tersebut.

Menggugat Kesesatan Hukum Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof. Romli Atmasasmita, menegaskan bahwa terdapat delapan kekeliruan yang dapat dikategorikan sebagai kesesatan dalam penerapan hukum dalam kasus Mardani.

Menurutnya, penuntutan ini tampak dipaksakan dengan penerapan pasal yang tidak tepat. Ia menyoroti bahwa penerapan Pasal 12b UU Nomor 20 Tahun 2001 oleh hakim kasasi seharusnya mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bersifat normatif.

BACA JUGA:Aktivis dan Akademisi Serukan Sunarto Bebaskan Mardani H Maming dari Peradilan Sesat

BACA JUGA:Tegas, BPC HIPMI Kaur Ingin Kebebasan untuk Mardani H Maming dan Pemulihan Nama Baiknya

"Putusan ini tidak mengikuti pola pemikiran sistematis, historis, dan teleologis yang seharusnya diterapkan. Ada alasan kuat untuk mengkaji ulang putusan ini, terutama karena munculnya bukti baru dan kekhilafan hakim," ungkapnya.

Sama halnya, Prof. Yos Johan Utama, Guru Besar Hukum Universitas Diponegoro, juga mencatat bahwa putusan tersebut sarat dengan kekeliruan.

Kategori :