Dalam kontennya, ia terlihat membagikan makanan kepada masyarakat dengan cara yang dinilai tidak menghargai martabat penerimanya.
Peristiwa ini menuai reaksi keras, terutama dari tokoh-tokoh adat dan masyarakat yang merasa tindakan tersebut tidak pantas.
Sultan Iskandar mencurigai adanya motif tertentu di balik tindakan tersebut. Ia menekankan bahwa orang-orang yang kembali ke Palembang dan menyebarkan kebaikan pasti memiliki keterkaitan dengan kota tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Mereka yang kembali ke Palembang pasti memiliki unsur Palembang dalam dirinya. Bisa jadi mereka pernah tinggal di Palembang atau memiliki keluarga di sini. Namun, yang kita tidak bisa terima adalah tindakan yang merendahkan kehormatan masyarakat," lanjutnya.
Sultan juga menyoroti peran media sosial dalam memperkeruh suasana, terutama dengan penyebaran konten-konten yang tidak mendidik.
Upaya Hukum dan Adat
Dalam kesempatan tersebut, Sultan Iskandar juga menanggapi adanya usulan dari beberapa tokoh untuk menempuh jalur hukum terhadap tindakan Willy Salim.
Ia menegaskan bahwa pelaporan hukum adalah langkah yang tepat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, sesuai dengan sila ketiga Pancasila.
"Saya sangat setuju dan sangat sepakat bahwa dalam hal ini harus ditempuh jalur hukum. Ini adalah bentuk penistaan yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan Indonesia," tegasnya.
Sultan Iskandar juga menyinggung sejarah perpecahan Uni Soviet sebagai peringatan terhadap ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ia menilai bahwa ada pihak-pihak yang ingin memecah belah Indonesia, baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga masyarakat harus waspada terhadap upaya adu domba yang bisa mengganggu stabilitas negara.
Ia juga menekankan bahwa Kesultanan Palembang Darussalam telah ada sebelum NKRI terbentuk, dan peran adat tidak boleh diabaikan dalam menjaga ketertiban sosial.
Konten dan Penghinaan terhadap Masyarakat Palembang
Lebih lanjut, Sultan Iskandar juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap berbagai konten media sosial yang merendahkan budaya dan masyarakat Indonesia, termasuk yang dilakukan oleh Willy Salim.
"Kita melihat ada banyak konten yang merusak citra masyarakat Palembang. Apalagi jika itu menyangkut adat dan agama, kita tidak bisa diam saja. Kesultanan memiliki tanggung jawab untuk menjaga marwah Palembang," tegasnya.
Ia mengkritik bagaimana beberapa kreator konten lebih mementingkan jumlah tayangan (viewers) dan keuntungan finansial dibandingkan dampak sosial dari apa yang mereka unggah.