Pemerintah pusat saat ini masih memberlakukan moratorium terhadap pembentukan DOB.
Ini menjadi tantangan utama karena semua usulan pemekaran wilayah harus menunggu keputusan politik nasional dan kesiapan fiskal negara.
2. Kesiapan Infrastruktur dan SDM
Meski kawasan Poso Kota memiliki fasilitas dasar yang cukup, masih diperlukan pembenahan infrastruktur untuk menunjang fungsi sebagai kota.
Begitu juga dengan kebutuhan sumber daya manusia di sektor pemerintahan, pelayanan publik, dan ekonomi.
3. Pertimbangan Sosial dan Politik
Proses pemekaran tidak hanya soal administratif, tetapi juga menyangkut hubungan sosial antarkomunitas dan pengaruh politik lokal.
Diperlukan dialog yang intensif agar proses ini tidak menimbulkan friksi di tengah masyarakat.
Berbagai tokoh lokal, baik dari kalangan adat, agama, maupun intelektual, telah menyuarakan dukungan terhadap pembentukan Kota Poso.
Salah satunya adalah Dr. A. Mahmud Lamusa, akademisi Universitas Tadulako, yang menyatakan bahwa pemekaran ini “sejalan dengan semangat otonomi daerah untuk mendekatkan pelayanan kepada rakyat.”
Tokoh adat dan pemuka agama di Poso pun telah menyatakan kesiapan mendukung proses ini secara sosial, sepanjang dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
Jika berhasil terbentuk, Kota Poso dapat menjadi pusat pertumbuhan baru di wilayah tengah Sulawesi.
Kawasan ini bisa menjadi contoh keberhasilan transformasi dari kota administratif kecil menjadi pusat layanan publik dan ekonomi yang dinamis.
Beberapa potensi yang dapat dikembangkan ke depan antara lain:
Smart City Services:
Digitalisasi layanan publik berbasis aplikasi, mulai dari perizinan hingga pembayaran pajak daerah.