Menurut data dari Barantin, kerugian akibat masuknya OPTK (Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina) dari luar negeri dapat mencapai triliunan rupiah per tahun jika tidak ditangani dengan baik.
Misalnya, serangan hama penggerek batang dari Asia Selatan atau penyakit tanaman citrus dari luar negeri bisa menghancurkan komoditas lokal dan merusak daya saing ekspor.
“Melalui program ini, kami ingin menciptakan mata rantai edukatif yang kokoh antara generasi muda dan sistem perlindungan hayati nasional. Karena di tangan merekalah masa depan pertanian, perikanan, dan kehutanan Indonesia berada,” tegas Endah.
Membuka Jalan Kolaborasi Lebih Luas
Kegiatan Praktisi Mengajar antara Barantin Sumsel dan Unsri merupakan model kolaborasi yang layak menjadi contoh nasional.
Program ini bukan sekadar penyuluhan teknis, tetapi langkah strategis membangun SDM unggul berbasis ilmu dan praktik.
Dengan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap keberlanjutan alam, Karantina Sumsel berharap semakin banyak institusi pendidikan yang terbuka untuk menerima transfer ilmu langsung dari para praktisi.
Dan lebih dari itu, mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang mengedukasi masyarakat tentang pentingnya sistem karantina sebagai benteng terakhir pertahanan sumber daya alam hayati Indonesia.