Beberapa video ulasan ayam cincane bahkan telah ditonton jutaan kali di platform YouTube dan TikTok.
BACA JUGA:Menghidupkan Tradisi Sarikayo Minangkabau: Warisan Rasa dan Budaya yang Tetap Lestari
BACA JUGA:Kolak Pisang : Hidangan Tradisional yang Tetap Relevan di Tengah Gempuran Kuliner Modern
Ini memberikan dorongan besar bagi para pelaku UMKM kuliner di Samarinda untuk mengembangkan usahanya.
Pemerintah Kota Samarinda pun turut mendukung promosi ayam cincane sebagai bagian dari program pariwisata dan ekonomi kreatif.
Dalam Festival Mahakam yang digelar setiap tahun, ayam cincane selalu menjadi menu utama yang disajikan kepada tamu-tamu dari luar daerah dan mancanegara.
“Kami melihat potensi besar dari ayam cincane, bukan hanya sebagai kuliner lokal, tapi juga sebagai daya tarik wisata.
Wisatawan datang ke Samarinda bukan hanya untuk melihat Sungai Mahakam atau jembatannya yang megah, tapi juga untuk mencicipi ayam cincane,” kata Kepala Dinas Pariwisata Kota Samarinda, Rudi Santoso.
Tidak hanya di restoran atau rumah makan khas, ayam cincane kini juga mulai dikemas dalam bentuk beku dan dijual secara daring.
Beberapa UMKM bahkan sudah melakukan ekspor dalam skala kecil ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Hal ini dimungkinkan berkat kerja sama antara pemerintah daerah dan pelaku usaha dalam program inkubasi produk kuliner.
Salah satu pelaku usaha tersebut adalah Sari, pemilik merek "Cincane Mama Sari" yang menjual ayam cincane beku dalam kemasan vakum.
“Awalnya saya hanya jual lewat media sosial. Tapi sejak pandemi, permintaan dari luar kota meningkat.
Sekarang saya sudah punya mitra di Jakarta dan Balikpapan,” ujar Sari yang mengaku bisa menjual hingga 500 bungkus ayam cincane per bulan.
Namun, di balik kepopulerannya, masih ada tantangan yang dihadapi oleh para pelaku usaha ayam cincane, terutama dalam hal distribusi dan standarisasi rasa.
Karena bahan-bahannya harus segar dan teknik memasaknya cukup kompleks, menjaga konsistensi rasa menjadi tantangan tersendiri.