Di Indonesia, sambusa mulai dikenal luas melalui diaspora komunitas Arab dan Afrika Timur, terutama di wilayah pesisir seperti Aceh, Makassar, dan Jakarta.
BACA JUGA:Tradisi Roco Timun : Upacara Sakral Penolak Bala dari Negeri Pesisir
BACA JUGA:Nasi Gandul : Kuliner Khas Pati yang Menggugah Selera dan Menjaga Tradisi
Masyarakat lokal pun mulai mengadaptasi sambusa dengan cita rasa Nusantara.
Beberapa warung makan dan UMKM kini menawarkan sambusa dengan isian rendang, ayam suwir pedas, bahkan tahu-tempe yang disesuaikan dengan selera lokal.
Umi Salamah, seorang pengusaha kuliner asal Makassar, mengatakan bahwa sambusa telah menjadi salah satu menu andalan selama bulan Ramadan.
“Orang-orang selalu mencarinya untuk takjil. Biasanya saya buat 300–500 biji per hari, dan selalu habis,” ujarnya.
Umi mengaku belajar membuat sambusa dari neneknya yang keturunan Arab-Bugis.
Meski sambusa memiliki bentuk dan cita rasa tradisional yang kuat, tak sedikit pula yang mulai berinovasi.
Di Jakarta, misalnya, sebuah kedai kekinian bernama "Sambusa Fusion" memperkenalkan sambusa dengan isian keju mozzarella, smoked beef, hingga sambusa manis berisi cokelat dan pisang.
Menurut pemiliknya, Nadia Rahmah, inovasi dilakukan agar makanan ini bisa menjangkau pasar anak muda.
“Kita ingin sambusa tidak hanya dinikmati saat Ramadan, tapi bisa jadi snack harian yang digemari berbagai kalangan,” katanya.
Nadia menambahkan bahwa tantangan utama dalam mengembangkan sambusa modern adalah mempertahankan tekstur kulit yang tetap renyah, meski isian di dalamnya tidak tradisional.
“Kami mencoba berbagai jenis kulit, dari yang tipis seperti lumpia hingga yang lebih tebal seperti pastry,” ujarnya.
Selain kelezatannya, sambusa juga menjadi simbol kebersamaan.
Di banyak keluarga, pembuatan sambusa menjelang waktu berbuka menjadi aktivitas bersama yang mempererat tali kekeluargaan.