Namun, unsur utamanya tetap sama: sambal yang dicampur dengan ikan dan dimakan bersama.
BACA JUGA:Keunikan udang selingkuh : kuliner ekskotik khas papua yang menggoda selera
BACA JUGA:Pisang Epe : Camilan Khas Makassar yang Mendunia
Proses pembuatan seruit sebenarnya cukup sederhana.
Ikan air tawar seperti baung, lele, atau gabus dibersihkan dan dibumbui dengan garam serta jeruk nipis, kemudian digoreng atau dibakar hingga matang.
Sementara sambal seruit dibuat dari cabai rawit, bawang putih, bawang merah, terasi, dan garam, yang diulek hingga halus lalu ditambahkan potongan tempoyak atau parutan mangga muda.
Salah satu daya tarik seruit terletak pada penggunaan tempoyak.
Meskipun aromanya cukup tajam dan tidak semua orang menyukainya, tempoyak memberikan rasa asam khas yang menyatu sempurna dengan pedasnya sambal dan gurihnya ikan.
Tempoyak sendiri merupakan fermentasi buah durian yang difermentasi selama beberapa hari hingga menghasilkan rasa asam yang kuat.
Di tengah era digital dan modernisasi kuliner, banyak restoran dan kafe di Lampung yang mulai mengangkat kembali seruit dengan tampilan yang lebih modern namun tetap mempertahankan rasa tradisional.
Salah satunya adalah “Resto Tuwah Sakti” di Bandar Lampung, yang menyajikan seruit dalam piring keramik modern lengkap dengan garnish dan tata saji kontemporer.
Manajer restoran, Dedy Ardiansyah, mengatakan bahwa konsep ini dibuat untuk menarik minat generasi muda terhadap makanan tradisional.
“Kami ingin memperkenalkan seruit ke anak muda dengan cara yang lebih kekinian.
Tapi rasanya tetap autentik, karena kami masih menggunakan bahan-bahan lokal dan cara pengolahan tradisional,” ujarnya.
Pemerintah daerah pun tak tinggal diam.
Dinas Pariwisata Provinsi Lampung secara rutin mengadakan festival kuliner dan lomba masak seruit sebagai upaya pelestarian budaya lokal.