PALPOS.ID — Di tengah menjamurnya makanan cepat saji dan tren kuliner kekinian, tahu pong tetap bertahan sebagai salah satu kuliner tradisional yang dicintai masyarakat, khususnya di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Hidangan sederhana yang berasal dari tahu goreng kopong ini tak hanya menyimpan cita rasa khas, tapi juga menjadi bagian dari warisan budaya kuliner yang terus dijaga oleh warga setempat.
Tahu pong, sesuai namanya, adalah tahu goreng yang bagian dalamnya kosong atau ‘kopong’.
Proses pembuatannya pun sederhana, yakni tahu putih yang telah dipres dan dikeringkan digoreng dalam minyak panas hingga mengembang dan membentuk rongga di dalamnya.
BACA JUGA:Tempe Mendoan : Kelezatan Kuliner Khas yang Mendunia
BACA JUGA:Otak-Otak : Lezatnya Kuliner Tradisional yang Terus Bertahan di Tengah Modernisasi
Ciri khas inilah yang membedakan tahu pong dari olahan tahu lainnya.
Biasanya, tahu pong disajikan bersama sambal petis khas Jawa Tengah, acar mentimun, dan kadang dilengkapi dengan gorengan lain seperti gimbal udang dan telur rebus.
Kombinasi rasa gurih dari tahu dan sambal petis yang manis-pedas memberikan sensasi unik di lidah.
Tidak sedikit wisatawan dari luar kota yang sengaja datang ke Semarang hanya untuk mencicipi tahu pong asli dari daerah asalnya.
BACA JUGA:Nasi Uduk : Warisan Kuliner Nusantara yang Tetap Digemari di Tengah Arus Modernisasi
BACA JUGA:Tongseng : Lezatnya Cita Rasa Tradisional yang Tak Pernah Lekang oleh Waktu
Menurut sejumlah sumber sejarah kuliner lokal, tahu pong mulai dikenal luas di Semarang sejak tahun 1930-an.
Awalnya, makanan ini diperkenalkan oleh komunitas Tionghoa peranakan yang beradaptasi dengan cita rasa lokal.
Kata “pong” sendiri berasal dari bahasa Hokkien yang berarti "kosong" atau "hampa", menggambarkan isi tahu yang berlubang atau kopong di dalam.