Menurut Mita, yang membuat kue pancong tetap digemari adalah rasanya yang unik: perpaduan antara gurihnya kelapa dan harumnya santan, ditambah tekstur yang renyah di luar namun lembut di dalam.
BACA JUGA:Bubur Manado, Kuliner Khas Sulawesi Utara yang Menggugah Selera dan Kaya Nutrisi
BACA JUGA:Sup Ayam : Hidangan Sehat yang Menyegarkan dan Bergizi
“Mau topping apapun, rasa dasarnya tetap kuat,” tambahnya.
Kue pancong tidak hanya berkembang dari sisi rasa, tapi juga dari cara penyajiannya.
Jika dahulu kue ini hanya disajikan panas-panas dengan taburan gula pasir, kini banyak penjual yang menambahkan topping modern seperti Nutella, Oreo, dan selai stroberi.
Bahkan, ada yang menyajikannya dalam bentuk “box pancong” untuk dibawa pulang atau dikirim via ojek online.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta, Andhika Riza, menyambut baik kebangkitan kuliner tradisional ini.
“Kue pancong adalah bagian dari kekayaan kuliner Betawi yang harus kita lestarikan.
Inovasi boleh saja, tapi esensi dan identitas rasa jangan sampai hilang.
Pemerintah daerah siap mendukung UMKM yang mengangkat makanan lokal,” ujarnya dalam acara Festival Kuliner Jakarta 2025.
Pakar kuliner dan budayawan Betawi, H. Ridwan Saidi, menyebut bahwa kue pancong sudah ada sejak zaman kolonial Belanda.
“Ini makanan rakyat. Murah, mengenyangkan, dan bisa dinikmati siapa saja.
Dulu dijual keliling pakai pikulan, sekarang sudah masuk mal.
Itu bagus, artinya budaya kita bisa menyesuaikan zaman tanpa kehilangan jati diri,” ujarnya.
Namun, Ridwan juga mengingatkan pentingnya menjaga keaslian bahan.