Ketika Cinta Budaya Mengalahkan Hitungan Untung Rugi: Kisah Pendayung Bidar Palembang

Rabu 17-09-2025,23:13 WIB
Reporter : Erika
Editor : Romi

Bagi masyarakat Palembang, lomba bidar bukan sekadar adu cepat. Ia adalah perayaan identitas, pertautan sejarah, dan ajang kebersamaan lintas generasi.

BACA JUGA:Wagub Cik Ujang Tegaskan Integritas ASN sebagai Pilar Tata Kelola Pemerintahan Bersih

Antara Tradisi dan Tantangan

Namun, menjaga tradisi tidaklah mudah. Biaya perawatan perahu, honor pendayung, hingga persiapan lomba membutuhkan dana besar. Sayangnya, hadiah yang diberikan sering tak sebanding.

“Kalau hanya mengandalkan hadiah, kami tidak bisa bertahan. Semua ini murni karena cinta dan tanggung jawab untuk menjaga budaya,” ujar Jaka, menegaskan.

Pernyataan itu menggambarkan realitas banyak pecinta bidar. Mereka rela berkorban, bahkan merugi, demi menjaga agar tradisi ini tidak hilang ditelan zaman.

Harapan untuk Masa Depan

Meski penuh tantangan, harapan tetap tumbuh. Komunitas pendayung berharap pemerintah bisa lebih serius memberi dukungan. Tidak hanya soal hadiah, tapi juga promosi agar bidar menjadi daya tarik wisata. Dengan begitu, peserta dari luar daerah bahkan luar negeri bisa ikut meramaikan.

BACA JUGA:Bupati H.M. Toha Tohet, S.H Dorong Percepatan Pelepasan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit Masyarakat

“Bidar ini unik, tidak semua daerah punya. Kalau dikemas dengan baik, bisa jadi magnet wisata Palembang,” kata Jami.

Di sisi lain, Jaka dan timnya tetap konsisten membina generasi muda. Mereka ingin anak-anak Palembang tumbuh dengan rasa bangga terhadap warisan leluhur.

“Kami ingin bidar tetap ada sampai anak cucu nanti. Sungai Musi harus tetap hidup dengan tradisi ini,” katanya.

Pahlawan Budaya di Tepian Musi

Kisah Jaka bukan hanya tentang kemenangan di lomba. Ia adalah cerminan perjuangan untuk menjaga denyut tradisi di tengah arus modernisasi.

Meski hadiah tak sepadan, meski biaya kerap lebih besar daripada pemasukan, Jaka dan para pendayung lainnya tetap setia mendayung.

Mereka bukan sekadar atlet atau pengrajin perahu, melainkan pahlawan budaya yang memastikan bidar tetap melaju di Sungai Musi—dari masa kesultanan, kolonial, hingga Palembang modern hari ini.

Dan ketika suara dayung kembali membelah Sungai Musi tahun depan, mungkin banyak orang hanya melihat lomba. Tapi di balik itu, ada perjuangan, cinta, dan pengorbanan orang-orang seperti Jaka, yang terus menjaga api tradisi agar tak padam.

Walikota Palembang, H Ratu Dewa mengatakan, Bidar sudah menjadi kebanggaan warga Palembang. Karena itu,  pihaknya berupaya untuk membantu pelestarian tradisi ini.

"Kita akan lestarikan mencari bibit bibit pendayung baru. Untuk perawatan perahu bidar kita juga upayakan tapi karena terkait dengan anggaran mungkin nanti kita bisa sampaikan ke perusahaan untuk membantu pelestarian bidar melalui dana CSR," tukasnya. (*)

Kategori :