Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan memasak, tetapi juga menjaga keberlanjutan tradisi kuliner Indonesia.
"Kami ingin anak-anak muda tahu bahwa makanan tradisional itu keren dan bisa divariasikan sesuai zaman," kata Dian Puspita, pengajar workshop kuliner di Jakarta.
Meski terlihat sederhana, proses pembuatan risol bihun memerlukan ketelitian. Bihun harus direbus hingga matang, sayuran dicincang halus, dan adonan kulit risol harus tipis agar tekstur risol tetap renyah saat digoreng.
Setiap langkah membutuhkan kesabaran agar hasilnya sempurna. Keseriusan ini terlihat dari kualitas risol bihun buatan rumah yang mampu bersaing dengan produk pabrikan.
Tidak kalah penting, risol bihun juga menjadi peluang ekonomi yang menjanjikan. Dengan modal relatif kecil, banyak orang berhasil mengembangkan usaha risol bihun yang stabil dan menguntungkan.
Bahkan, beberapa pengusaha kecil berhasil mengekspor risol ke luar negeri, terutama ke negara-negara dengan komunitas Indonesia yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa risol bihun bukan sekadar camilan lokal, tetapi juga produk yang bisa mendunia.
Dengan semua faktor tersebut, risol bihun membuktikan diri sebagai camilan tradisional yang tidak hanya lezat, tetapi juga memiliki nilai ekonomis, gizi, dan budaya yang tinggi.
Popularitasnya yang meningkat menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih mencintai makanan tradisional, asalkan diolah dengan kreativitas dan inovasi.
Di tengah arus modernisasi kuliner, risol bihun menjadi bukti bahwa makanan sederhana bisa tetap relevan dan digemari oleh berbagai generasi.
Kesimpulannya, risol bihun bukan hanya sekadar jajanan tradisional. Ia adalah simbol kreatifitas kuliner lokal, pengingat nostalgia masa kecil, dan peluang usaha yang menjanjikan.
Dengan rasa yang menggugah selera, harga terjangkau, dan nilai gizi yang baik, risol bihun siap bersaing dengan berbagai camilan modern dan tetap menjadi favorit masyarakat Indonesia.