“Kalau hari ini Tempo digugat karena memberitakan kebijakan menteri, maka besok bisa saja media lain digugat karena memberitakan kasus korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan,” tegasnya.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Jawa Barat: Wacana Pembentukan Kabupaten Bantal Cimale Dengan Medan Berbukit
AJI juga mendesak PN Jakarta Selatan menolak gugatan tersebut dengan merujuk pada prinsip lex specialis derogat legi generali — di mana UU Pers menjadi lex specialis dalam setiap sengketa pemberitaan.
LBH Pers: Gugatan Tidak Masuk Akal
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Mustafa Layong, menilai gugatan dengan nilai fantastis Rp200 miliar tersebut sebagai hal yang tidak masuk akal dan bertentangan dengan prinsip hukum yang berlaku.
Menurutnya, seorang pejabat publik seperti Menteri Pertanian tidak semestinya menggugat media yang menjalankan fungsi pengawasan dan menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah.
“Apalagi dengan alasan pemberitaan merusak nama baik kementerian. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII-2024, tuduhan pencemaran nama baik tidak dapat diajukan oleh lembaga pemerintah, hanya oleh individu,” jelas Mustafa.
Ia menambahkan, langkah hukum Amran justru menunjukkan lemahnya pemahaman pejabat publik terhadap fungsi pers dalam sistem demokrasi.
“Alih-alih menuntut media, pejabat publik seharusnya menghormati hak masyarakat atas informasi,” tambahnya.
Pengadilan Tidak Punya Kewenangan
Ketua AJI Jakarta, Irsyan Hasyim, dalam orasinya menegaskan bahwa PN Jakarta Selatan tidak memiliki kewenangan menangani perkara ini karena sudah menjadi domain Dewan Pers.
“Jika pengadilan melanjutkan perkara ini, maka pengadilan telah merusak marwahnya sendiri. Sengketa pers harus diselesaikan di Dewan Pers, bukan di ruang sidang perdata,” ujar Irsyan.
Irsyan mendesak majelis hakim agar dalam putusan sela nanti, segera membatalkan gugatan tersebut karena sudah ditangani sesuai mekanisme yang diatur undang-undang.