Kampanye Toxic20: Anak Padi dan Warga Lahat Bentang Spanduk Racun PLTU Membunuh Sungai Pendian dan Lematang

Selasa 04-11-2025,20:15 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Namun kini, mereka terpaksa mencari sumber air dari lokasi lain karena air sungai sudah tidak layak konsumsi.

“Kami ingin suara masyarakat didengar. Jangan tunggu sampai semuanya rusak total baru bertindak. Kami ingin pemerintah serius menegakkan aturan lingkungan,” tegasnya.

Fakta dari Dokumen AMDAL: Dampak Sudah Diprediksi Sejak 2009

Menariknya, peringatan tentang potensi pencemaran air sebenarnya sudah tertuang dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang diterbitkan tahun 2009 untuk PLTU Keban Agung.

Dalam BAB Rona Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa aktivitas PLTU akan menyebabkan penurunan kualitas air permukaan dan air tanah, termasuk di Sungai Lematang dan anak-anak sungainya.

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Jawa Barat: Wacana Pembentukan Kabupaten Karawang Selatan Karena Dianggap Tertinggal

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Jawa Barat: Wacana Pembentukan Kabupaten Sukabumi Utara Untuk Memperjelas Administratif

Dokumen tersebut juga menjabarkan adanya empat tahap Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), yakni:

Tahap pra-konstruksi,

Tahap konstruksi,

Tahap operasi, dan

Tahap pascaoperasional.

Pada tahap konstruksi dan operasi, tercatat bahwa perusahaan telah memprediksi penurunan kualitas air sungai akibat aktivitas transportasi batu bara dan pembuangan limbah.

Sebagai bagian dari mitigasi, perusahaan diwajibkan membangun sistem drainase, melakukan pemantauan biota air, serta mengevaluasi efektivitas pengelolaan limbah.

Namun, temuan lapangan menunjukkan banyak ketidaksesuaian antara komitmen AMDAL dan realita di lapangan. 

Air Sungai Lematang kini menunjukkan tanda-tanda pencemaran berat dengan perubahan warna dan bau, bahkan menyebabkan penurunan populasi ikan lokal yang dulu menjadi sumber penghidupan warga.

Ancaman dari Limbah Batu Bara

Menurut catatan Anak Padi, salah satu sumber pencemaran terbesar berasal dari Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) — residu pembakaran batu bara di tungku PLTU. 

Limbah ini mengandung berbagai logam berat berbahaya seperti arsenik, merkuri, timbal (Pb), dan kadmium (Cd).

Paparan jangka panjang terhadap logam berat tersebut dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, gangguan pernapasan, hingga kanker, baik bagi manusia maupun hewan yang mengonsumsi air atau tanaman di sekitar sungai tercemar.

Selain air, debu dari cerobong PLTU juga menjadi ancaman bagi kualitas udara. 

Warga di sekitar Merapi Barat melaporkan peningkatan kasus ISPA, batuk kronis, dan iritasi kulit, terutama pada anak-anak.

Tuntutan Masyarakat: Lingkungan Bersih dan Keadilan Ekologis

Kategori :