Meski berhasil naik satu peringkat, Inspektorat Daerah Prabumulih tidak ingin berpuas diri. Sapta kembali mengumpulkan seluruh OPD untuk memberikan dorongan moral, penguatan teknis, dan konsolidasi ulang agar perbaikan bisa diraih lebih maksimal.
“Kami kembali menghimpun seluruh OPD untuk kembali bekerja lebih semangat. MCSP ini sebenarnya pekerjaan rutin, tinggal bagaimana kita mengakomodir kebutuhan KPK terutama kelengkapan dokumen dan persyaratan lainnya,” jelas Sapta.
Ia menekankan bahwa persoalan utama bukanlah pada beratnya pekerjaan MCSP, melainkan koordinasi lintas OPD dalam melengkapi dokumen.
Karena itu, Inspektorat memperkuat komunikasi, memberikan pendampingan teknis, hingga memastikan tidak ada dokumen yang tertunda untuk diunggah ke sistem.
Upaya kerja cepat dan kerja sama antar-OPD itu akhirnya membuahkan hasil signifikan. Dalam waktu beberapa hari, peringkat MCSP Pemkot Prabumulih melonjak drastis dari posisi 18 ke posisi 13.
“Berkat kerja keras dan soliditas seluruh OPD, saat ini kita sudah berada di peringkat 13. Nilai kita naik dari 41 menjadi 56. Ini peningkatan yang cukup baik dalam waktu singkat,” beber Sapta.
Peningkatan nilai tersebut menunjukkan bahwa perbaikan dokumentasi, peningkatan transparansi, dan pemenuhan indikator pencegahan korupsi telah berjalan pada jalur yang benar.
Namun demikian, Sapta menegaskan bahwa masih ada target lanjutan yang harus dikejar dalam waktu dekat.
Dengan sisa waktu dua hari lagi sebelum batas penilaian, Inspektorat Prabumulih optimis mampu menembus 10 besar capaian MCSP KPK Sumatera Selatan.
Target ini sejalan dengan harapan Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan Sekretaris Daerah (Sekda) yang ingin melihat Prabumulih berada pada posisi membanggakan dalam hal tata kelola pemerintahan.
“Kita berharap kerja sama ini tetap solid. Target dari Pak Wali Kota, Pak Wakil Wali Kota, dan Sekda itu masuk 10 besar. Dengan rentang waktu dua hari lagi, kami optimis bisa mencapainya,” ujar Sapta.
Ketika ditanya penyebab Prabumulih berada di peringkat paling bawah pada capaian awal MCSP, Sapta tidak menutup mata.
Ia menjelaskan bahwa hal itu lebih disebabkan oleh masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang cekatan dalam merespons kebutuhan dokumen dan penyelesaiannya.
“Setelah kita lakukan pendekatan dengan beberapa metode, kita akhirnya mengetahui bahwa SDM kita kurang cepat merespons. Namun setelah diberikan pendampingan, pelatihan singkat, dan motivasi, hasilnya mulai terlihat.