PALPOS.ID - Papeda, makanan tradisional khas Papua dan Maluku, kini semakin mendapat perhatian luas berkat berbagai upaya pelestarian kuliner nusantara yang digencarkan pemerintah daerah, komunitas budaya, hingga pelaku usaha kuliner.
Hidangan berbahan dasar sagu yang memiliki tekstur kenyal mirip lem ini, tidak hanya menjadi simbol identitas masyarakat Papua, tetapi juga perlahan masuk ke panggung kuliner nasional bahkan internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah festival kuliner di berbagai kota besar di Indonesia mulai memasukkan papeda sebagai salah satu menu utama untuk diperkenalkan kepada masyarakat.
Upaya ini dilakukan seiring meningkatnya minat publik terhadap makanan tradisional dan kesadaran pentingnya menjaga warisan kuliner daerah.
BACA JUGA:Cireng Ayam Suwir Jadi Primadona Baru di Pasar Kuliner Jalanan
BACA JUGA:Tahu Mercon Kian Jadi Primadona Kuliner Pedas, Penjualan Meledak di Berbagai Daerah
Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat juga aktif mempromosikan papeda dalam berbagai agenda budaya, termasuk Pekan Olahraga Nasional (PON) dan pameran pariwisata.
Papeda terkenal dengan cara penyajian yang unik. Alih-alih disantap menggunakan sendok biasa, papeda diambil menggunakan alat khusus berbahan bambu yang disebut gatui atau dengan gerakan memutar menggunakan sumpit panjang.
Tekstur perekat papeda membuatnya tidak mudah dipisahkan, sehingga proses mengambilnya menjadi atraksi yang menarik perhatian wisatawan.
Biasanya papeda disajikan bersama kuah kuning ikan tongkol atau ikan kakap, ditambah sayur-sayuran seperti kangkung atau daun melinjo untuk melengkapi kelezatannya.
BACA JUGA:Bakso Aci, Kudapan Khas Garut yang Kian Mendominasi Pasar Kuliner Nusantara
BACA JUGA:Dari Palembang ke Seluruh Indonesia, Pempek Makin Mudah Dinikmati Berkat Dukungan Lion Parcel
Menurut sejumlah ahli kuliner nusantara, papeda memiliki nilai gizi yang tinggi dan cocok untuk dikembangkan sebagai pangan alternatif.
Sagu sendiri dikenal sebagai sumber karbohidrat kompleks yang bebas gluten, mudah dicerna, dan memiliki indeks glikemik rendah sehingga baik untuk penderita diabetes.
Selain itu, sagu juga merupakan tanaman yang adaptif terhadap berbagai kondisi alam, termasuk wilayah rawa dan tanah basah yang mendominasi Pulau Papua.