Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Selasa 16-12-2025,20:30 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Bambang

Dalam konteks perubahan iklim, tekanan terhadap lanskap Meranti-Harapan bersifat multidimensial. 

Lanskap ini memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang tinggi dan terkonstruksi terhadap mitigasi emisi dari sektor kehutanan. 

Degradasi dan kehilangan tutupan hutan tidak  hanya berdampak pada keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca. 

Pada saat yang sama, perubahan iklim memengaruhi perilkaku dan pola pergerakan satwa liar melaluiperubahanketersediaan pakan, air dan habitat yang pada akhirnya meningkatkan tekanan terhadap ruang jelajah alami serta potensi interaksi negatif antara manusia dan satwa liar.

Dibalik nilai ekologis yang tinggi tersebut, lanskap Meranti-Harapan juga menghadapi tantangan pengelolaan yang semakin kompleks. 

Fragmantasi habitat, perambahan, deforestasi, serta meningkatnya interaksi negatif antara manusia dan satwa liar merupakan tekanan nyata yang berdampak ada keberlanjutan fungsi ekologias dan stabilitas sosial. 

Berbagai kajian menunjukkan bahwa fragmentasi hutan dataran rendah secara signifikan menurunkan daya dukung habitat satwa kunci dan meningkatkan risiko konflik sosial-ekologis.

"Oleh karena itu, pengelolaan lanskap Meranti-Harapan memiliki posisi strategis dalam mendukung agenda pengendalian perubahan iklim, termasuk kontribusi daerah terhadap target Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya (Forestry and Other Land Use) menjadi penyerap bersih (net sink) - FOLU Net Sink 2030, di mana sektor kehutanan dan penggunaan lahan diharapkan menjadi penyerap emisi," ujar Syafrul.

Selain tantangan ekologis, dinamika sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan, termasuk ketergantungan terhadap sumber daya hutan, tekanan kebutuhan lahan, dan isu tenurial menuntut pendekatan pengelolaan yang tidak bersifat sektoral, tetapi inklusif, adaptif, dan berbais lanskap. 

Pengelolaan hutan yang tidak mengakomokasi dimensi sosial, berisiko menimbulkan konflik berkepanjangan an melemahkan upaya konservasi.

Namun demikian, di tengah tantangan tersebut, pengelolaan hutan perlu semakin didukung oleh integrasi kajian ilmiah, data spasial, dan sistem pemantauan berbagsis ekologi. 

Penedekatan berbasis data dan pengetahuan menjadi prasyarat agar setiap kebijakan dan intervensi lapangan memiliki sadar yang kuat, terukur dan responsif terhadap dinamika perubahan ekologis yang berlangsung cepat.

"Pertemuan ini memiliki arti strategis sebagai ruang konsolidasi gagasan dan penyelarasan langkah lintas pemangku kepentingan. Diperlukan tata kelola yang kuat, kepemimpinan kolaboratif, serta komitmen lintas sektor agar lanskap Meranti-Harapan tidak hanya dipertahankan keberadaannya, tetapi dikelola sebagai model pengelolan hutan yang adaptif dan berkelanjutan," harapnya.

Syafrul juga mengutip pribahasa, "Alam tidak meminta untuk dieksploitasi, melainkan dijaga. Ketika kita merawatnya dengan bijak, alam akan memberi lebih dari yang kita buruhkan". 

Karenanya, melalui dialog multipihak yang inklusif dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan mitra pembangunan maka dapat menghasilkan rekomendasi strategis untuk memperkuat perhutanan sosial meningkatkan pengendalian gangguan hutan, memperbaiki konektivitas habitat satwa kunci, serta mengembangkan inovasi multiusaha kehutanan yang berlandaskan prisip keberlanjutan dan ekonomi hijau.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel untuk membahas tantangan dan peluang pengelolaan hutan di lanskap Meranti-Harapan, dengan fokus utama pada perlindungan satwa liar melalui pembentukan koridor satwa.

Kategori :