Islam Rahmatan Lil ‘Aa Lamiin, Pengalaman di Malaysia
Dr. H. Abdur Razzaq, MA-ist-ist
Terjawab sudah keheranan saya selama ini. Mengapa tetangga kami yang China itu begitu baik kepada saya. Setiap bertemu dia selalu menyapa dan melambaikan tangannya.
Bukan hanya itu, dia juga menyuruh anak-anaknya untuk selalu menyapa saya dan melambaikan tangannya. Masih selalu teringat sapaan lucu dan lambaian tangan anak-anaknya dengan ucapan, “by Keke..by Keke” (Keke sebuatan untuk Abang di China Malaysia).
Penilaian tetangga China ini sangat umum dan universal namun juga personal. Dengan mudahnya dia menyimpulkan bahwa orang Islam yang mengamalkan agama seperti rajin sholat, berdasarkan pengalaman dan pengamatan dia pastilah dia orang baik. Dan dia juga percaya untuk merasa nyaman berhubungan dengan orang Melayu yang mengamalkan nilai-nilai agama.
Pengalaman kedua, ketika penulis mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm. Untuk menjadi maklum bahwa di Malaysia ada dua kelompok pengendara bermotor yang mendapat keringanan atau pembolehan untuk tidak memakai helm.
Kelompok pertama, yaitu orang agama Shink yang biasanya memakai sorban yang dililit di kepala begitu besarnya sehingga tidak memungkinkan memakai helm dan dibolehkan dengan alasan menjalankan agama.
Kelompok kedua adalah jamaah tabligh yang juga sering memakai sorban dan dengan alasan ibadah sunnah sehingga juga dibolehkan untuk tidak memakai helm saat berkendara motor. Pengalaman ini yang penulis lakukan ketika malas memakai helm maka cukup dengan sorban tanpa ada gangguan dari polisi.
Suatu hari, dengan mengendarai motor yang hanya memakai jubah putih dan surban, ketika akan mengisi bensin didatangi oleh orang asing yang dari wajah dan bicaranya jelas dia keturunan China. Dia menunjukkan motornya yang sedang pecah ban-nya dan minta uang untuk ganti ban dalam.
Perlu diketahui kalau pecah ban di Malaysia tidak ada tukang tambal ban, tapi langsung diganti ban dalamnya. Dengan keheranan penulis bertanya, kenapa minta uang ke saya yang orang asing, sedangkan pemilik bengkel ban-nya yang ada di seberang pomp bensin adalah orang China dan sama kaum dengan dia.
Dengan bahasa Melayu logat China dia menjawab karena saya orang baik. Dari cara berpakaian saya, dia tau bahwa saya orang Islam baik, suka memberi dan tidak akan mengecewakan dia. Sedangkan kenapa dia tidak minta kepada pemilik bengkel yang justru sesama China pasti tidak akan diberi.
Tahukan kalian kawan-kawan, saya yang waktu itu berstatus sebagai mahasiswa dengan isi dompet yang pas-pasan, dengan ikhlas yang dipaksakan memberikannya uang sepuluh Ringgit Malaysia untuk ganti ban dalam sepeda motornya.
Demi menjaga kepercayaan dia terhadap nama baik Islam yang suka memberi. Demi untuk tidak meruntuhkan kepercayaannya selama ini kalau orang yang berpakaian Islami dengan jubah dan surbannya adalah orang yang baik dan suka berderma.
Selain itu juga rasa kemanusiaan saya yang terketuk melihat kesusahan sesama manusia walaupun dia berbeda suku, ras, bangsa dan agama.
Dari kejadian ini saya bisa mengambil kesimpulan bahwa pandangan ummat agama lainpun akan sama ketika melihat orang Islam yang notabene dalam pandangan mereka mengajarkan dan mengamalkan nilai-nilai ke-Islaman.
Bahwa ketika Islam diamalkan maka akan melahirkan peribadi-peribadi yang baik. Pribadi-pribadi yang ramah, suka menolong, penuh toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama lain dan banyak lagi nilai-nilai positif yang akan disematkan. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘aalamiiin, telah memberikan rasa tentram, nyaman dan damai bagi pemeluk agama lain ketika benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks Islam rahmatan lil ’aalamiiin, Islam telah mengatur tata hubungan menyangkut aspek-aspek ritual, sosial, teologis dan humanitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: