Sastra Tutur: Kembali ke Akar Budaya Lewat Alam Bukan Tergantung Alat Musik

Sastra Tutur: Kembali ke Akar Budaya Lewat Alam Bukan Tergantung Alat Musik

Sastra Tutur: Kembali ke Akar Budaya Lewat Alam Bukan Tergantung Alat Musik.-Palpos.id-

PALEMBANG, PALPOS.ID - Sastra Tutur: Kembali ke Akar Budaya Lewat Alam Bukan Tergantung Alat Musik.

Dewan Penyantun Teater Potlot Taufik Wijaya (TW) menegaskan bahwa Sastra Tutur tidaklah tergantung pada alat musik, melainkan pada hubungan yang erat dengan alam. 

Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah diskusi dan penampilan bersama Maestro Sastra Tutur dari Lahan Basah Sungai Musi, yang melibatkan juga Penyair Muda Sumatera Selatan. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya mempertahankan dan memperkenalkan kembali kekayaan budaya lokal kepada generasi Z, digelar di Kopi Mibar Palembang, Minggu 24 Maret 2024.

BACA JUGA:Masjid Musi Al-Muallaf: Simbol Harmoni Budaya dan Wisata Religi di Kota Lubuklinggau

BACA JUGA:Kabupaten Lahat Pusat Perhatian: Asimilasi Budaya dan Potensi Pemekaran Palapa Selatan di Sumatera Selatan

Program ini merupakan hasil kerjasama antara Teater Potlot dengan Kemendikbudristek Dikti, yang dikenal dengan program "Bersenandung di Perahu Kajang". 

Taufik Wijaya menjelaskan bahwa program ini akan menghasilkan 10 video seni bersama Maestro Sastra Tutur dari Sumatera Selatan, yang berasal dari berbagai daerah seperti Senjang (Kabupaten Muba), Incang-incang (Pedamaran Kabupaten OKI), dan Betembang (Beringin Lubai Muara Enim).

Selain itu, Sastra Tutur yang disajikan dalam kegiatan ini juga akan diabadikan dalam bentuk buku. 

Hal ini sebagai upaya untuk memperdalam pemahaman akan pesan-pesan luhur yang terkandung dalam puisi-puisi yang bersumber dari Lahan Basah Sungai Musi. 

BACA JUGA:Provinsi Lampung: Pintu Gerbang Sumatera yang Memikat dengan Budaya dan Sumber Daya Alamnya

BACA JUGA:Tapanuli Utara di Sumatera Utara: Memelihara Kearifan Budaya Batak Toba dalam Pelukan Alam yang Menakjubkan

Taufik Wijaya menambahkan bahwa tujuan utama dari kegiatan ini adalah mengajak masyarakat untuk kembali meresapi keindahan lahan basah sebagai bentuk perlawanan terhadap dampak perubahan iklim yang semakin terasa.

Salah satu Maestro dari Beringin Lubai Prabumulih dan Muara Enim mengekspresikan harapannya agar kegiatan budaya semacam ini terus dilestarikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: