MUI Kecam Larangan Jilbab bagi Paskibraka: Kebijakan BPIP Tidak Bijak, Tidak Adil, dan Tidak Beradab

MUI Kecam Larangan Jilbab bagi Paskibraka: Kebijakan BPIP Tidak Bijak, Tidak Adil, dan Tidak Beradab

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis--laman mui.or.id

JAKARTA, PALPOS.ID - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas mengecam kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang melarang penggunaan jilbab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). 

Dikutip dari laman resmi MUI, larangan ini dinilai sebagai kebijakan yang "tidak bijak, tidak adil, dan tidak beradab," sebagaimana disampaikan oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, dalam pernyataannya pada Rabu, 14 Agustus 2024.

KH Cholil Nafis menegaskan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai Pancasila. "BPIP tidak patuh dan melanggar aturan konstitusi serta Pancasila.

Mengapa harus ada aturan yang memaksa pelepasan jilbab hanya untuk upacara? Ini adalah kebijakan yang tidak bijak, tidak adil, dan tidak beradab," ujarnya dengan tegas.

BACA JUGA:Kontroversi Larangan Hijab bagi Paskibraka: Desakan Pembatalan Aturan dan Protes dari Organisasi Keagamaan

BACA JUGA:Konflik Internal PBNU dan PKB: Ancaman Perpecahan di Kalangan Kiai dan Pengasuh Pesantren

Kiai Cholil juga menyoroti bahwa BPIP telah melanggar aturan yang dibuatnya sendiri, yakni Peraturan BPIP RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 terkait Program Paskibraka. 

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa anggota Paskibraka yang berhijab diperbolehkan mengenakan ciput berwarna hitam sebagai bagian dari atribut resmi. 

Namun, aturan ini dihapus melalui Keputusan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024, yang menghilangkan poin tentang ciput bagi anggota yang berjilbab.

Menurut Kiai Cholil, keputusan ini tidak hanya melanggar hak individu untuk menjalankan keyakinan agamanya, tetapi juga menunjukkan kurangnya sensitivitas terhadap nilai-nilai keagamaan.

BACA JUGA:Airlangga Hartarto Mundur dari Ketua Umum Golkar: Pengamat Politik Soroti Kontroversi Bahlil Lahadalia

Ia menilai, kebijakan tersebut tidak memperjuangkan kebhinekaan, melainkan memaksakan penyeragaman yang justru mendiskriminasi umat Islam di negeri yang mayoritas Muslim.

"Kebijakan ini sangat menyakitkan dan tidak mencerminkan penghargaan terhadap ajaran agama. Mereka yang menandatangani persetujuan untuk melepas jilbab demi mengikuti aturan ini dipaksa untuk memilih antara identitas agama mereka dan partisipasi dalam upacara kenegaraan. Ini adalah bentuk diskriminasi terhadap umat Islam," ungkapnya.

Kiai Cholil mengingatkan bahwa sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menegaskan hak setiap warga negara untuk menjalankan ajaran agamanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: