Pelaku Industri Kreatif Tolak PP Nomor 28/2024 tentang Pelarangan Iklan Media Luar Ruang

Pelaku Industri Kreatif Tolak PP Nomor 28/2024 tentang Pelarangan Iklan Media Luar Ruang

Pelaku Industri Kreatif Tolak PP Nomor 28/2024 tentang Pelarangan Iklan Media Luar Ruang.-Palpos.id-humas TADEX

Contoh konkret dampak regulasi ini telah terlihat di Bali, di mana sebuah festival musik terpaksa dibatalkan karena sponsor dari perusahaan rokok menarik dukungan mereka. "Pengiklan tidak berani, karena takut melanggar PP 28," kata Fabi.

Ketidakadilan dalam Regulasi

Selain dampaknya yang merugikan, Fabi juga menyoroti proses pembuatan regulasi yang dianggap tidak melibatkan para pemangku kepentingan industri media luar ruang. 

Ketika PP ini masih dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), kontribusi sponsor rokok yang cukup besar bagi industri kreatif sudah mulai terdampak. 

BACA JUGA:Mau Streaming Konten Video Bebas Iklan, Telkomsel-YouTube Hadirkan Paket YouTube Premium Kuota Nonton 2 GB

BACA JUGA:AMSI dan MGID Gelar Media ‘Meet Up’, Bahas Strategi Meraih Iklan hingga Kepercayaan Pembaca

"Ini bukan persoalan 500 meter dari satuan pendidikan saja, tetapi juga terkait penempatan reklame yang tidak boleh di jalan utama. Saya kira aturan ini harus dihilangkan karena reklame itu harus ditempatkan di tempat ramai," tegas Fabi.

Harapan Fabi saat ini adalah agar penerapan PP ini ditunda dan selama masa penundaan, pihak pengusaha diberikan kesempatan untuk menyampaikan masukan. "Kami minta direvisi, paling simple kembali ke Peraturan 109," ujarnya.

Efisiensi dan Keadilan dalam Regulasi

Senada dengan Fabi, Ketua Badan Musyawarah Regulasi Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Heri Margono, juga menyampaikan kekhawatirannya terkait regulasi ini. 

Menurutnya, sebuah regulasi harus memenuhi dua kriteria utama: keadilan dan efisiensi. 

BACA JUGA:Pastikan Konten dan Bisnis Sehat, AMSI Bentuk Agency Iklan IDiA

BACA JUGA:Tumbuh Hingga 140 Persen, TADEX Semakin Dipercaya Sebagai Industri Periklanan Digital Nasional

Namun, PP Nomor 28/2024 dinilai tidak memenuhi kedua kriteria tersebut, terutama karena tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses pembuatannya. "Di PP ini ada yang merasa ketidakadilan," kata Heri.

Heri menambahkan bahwa DPI telah menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelum aturan ini disahkan, namun tidak ada respon yang diberikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: