Ribuan Hakim Mogok Massal: Menuntut Keadilan Setelah 12 Tahun Tanpa Kenaikan Gaji

Ribuan Hakim Mogok Massal: Menuntut Keadilan Setelah 12 Tahun Tanpa Kenaikan Gaji

Ribuan Hakim Mogok Massal: Menuntut Keadilan Setelah 12 Tahun Tanpa Kenaikan Gaji.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

BACA JUGA:Majelis Hakim Tolak Gugatan Perdata Eddy Ganefo Terhadap MF Maryani, Ini Kata Kuasa Hukum..

Apabila kesejahteraan mereka tidak diperbaiki, sistem peradilan di Indonesia bisa mengalami kemunduran yang signifikan, terutama dalam hal kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Kekuatan Hukum PP 94/2012 Dipertanyakan

Selain soal kesejahteraan yang tidak kunjung diperbaiki, para hakim juga mempermasalahkan dasar hukum yang digunakan dalam penggajian mereka. 

Menurut mereka, PP Nomor 94 tahun 2012 sudah tidak lagi memiliki landasan hukum yang kuat setelah Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018. 

Putusan tersebut memerintahkan agar gaji hakim ditinjau ulang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan hidup saat ini.

Dalam putusan tersebut, MA menegaskan bahwa penghasilan hakim harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang berlaku saat ini. 

Namun, hingga kini belum ada revisi terhadap PP 94/2012, yang berarti kesejahteraan hakim masih terpaku pada ketetapan yang sudah ketinggalan zaman.

"Sudah jelas, revisi terhadap PP 94/2012 adalah langkah yang mendesak untuk dilakukan," ujar Fauzan dengan tegas.

Tunjangan yang Stagnan dan Hilangnya Remunerasi

Salah satu poin lain yang disorot oleh para hakim adalah tunjangan kinerja yang hilang sejak tahun 2012. 

Sebelumnya, hakim menerima remunerasi yang cukup untuk menunjang kesejahteraan mereka. 

Namun, setelah kebijakan tersebut dihapus, tunjangan hakim hanya bertumpu pada tunjangan jabatan yang tidak mengalami peningkatan sejak 12 tahun yang lalu.

Dalam PP Nomor 94 Tahun 2012, tunjangan jabatan hakim diatur berdasarkan jenjang dan posisi di pengadilan. 

Sebagai contoh, hakim pada tingkat banding seperti Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Militer Tinggi menerima tunjangan lebih tinggi dibandingkan dengan hakim di pengadilan tingkat pertama. 

Namun, meskipun tunjangan tersebut terlihat signifikan, jika dibandingkan dengan beban kerja dan tuntutan profesionalisme, hal tersebut dinilai tidak mencukupi.

Ketua Pengadilan Tinggi misalnya, menerima tunjangan sebesar Rp 40,2 juta per bulan, sementara hakim di pengadilan tingkat pertama hanya menerima sekitar Rp 14 juta hingga Rp 27 juta, tergantung pada kelas pengadilan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: