MITI Minta Presiden Prabowo Hidupkan Kembali BATAN: Diharapkan Bangkit Usai 10 Tahun Mati Suri
MITI Minta Presiden Prabowo Hidupkan Kembali BATAN: Diharapkan Bangkit Usai 10 Tahun Mati Suri.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id
PALPOS.ID - MITI Minta Presiden Prabowo Hidupkan Kembali BATAN: Diharapkan Bangkit Usai 10 Tahun Mati Suri.
Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto diharapkan dapat menghidupkan kembali peran Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dalam mendukung pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir.
Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) menilai pembentukan kembali BATAN penting untuk menjalankan Undang-Undang Ketenaganukliran serta mengoptimalkan pemanfaatan nuklir di berbagai sektor.
Anggota Pengarah MITI, Rohadi Awaludin, menyebut selama pemerintahan Joko Widodo, BATAN melebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menurut MITI berdampak pada minimnya optimalisasi di bidang ketenaganukliran.
BACA JUGA:Kapal Selam Bertenaga Nuklir: Teknologi Luar Biasa di Balik Kehadirannya di Laut Dalam
BACA JUGA:China Mengembangkan Kapal Selam Nuklir Mini Type 041
Dalam keterangannya Jumat (25/10), Rohadi menyampaikan bahwa pengelolaan energi nuklir seolah mengalami “mati suri” akibat terabaikan dan berfokus pada penelitian, bukan aplikasi nyata bagi masyarakat.
Dampak Absennya BATAN
Rohadi menjelaskan, ketiadaan BATAN dalam pemanfaatan ketenaganukliran nasional menciptakan sejumlah kendala, terutama di sektor medis.
Menurutnya, beberapa rumah sakit kini mengalami kelangkaan radioisotop dan radiofarmaka—komponen penting dalam pengobatan kanker.
Sebelum peleburan BATAN ke BRIN, BATAN secara aktif mengelola produksi dan distribusi radioisotop di Kawasan Nuklir Serpong, menyediakan kebutuhan rumah sakit dalam negeri untuk layanan kedokteran nuklir.
BACA JUGA:AUKUS Pilih BAE Systems dan ASC Pty untuk Bangun Armada Kapal Selam Nuklir
BACA JUGA:Bikin Kejutan Dunia Angkatan Laut China Berambisius Bangun Kapal Induk Bertenaga Nuklir
"Beberapa rumah sakit sekarang sudah mulai kekurangan radioisotop dan radiofarmaka yang esensial bagi pasien kanker. Sebelumnya, kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan produk dalam negeri yang dipantau oleh BATAN. Sekarang kita sepenuhnya bergantung pada impor, dan ini berisiko besar terhadap layanan medis kita," ujar Rohadi.
Dia menambahkan bahwa ketergantungan pada impor produk nuklir medis tak hanya memakan biaya devisa yang tinggi, namun juga berisiko menimbulkan kelangkaan di pasar domestik jika terjadi hambatan impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: