: Konflik Wilayah Muba dan Muratara Kian Memanas : Pilkada Serentak 2024 di Tengah Polemik Tapal Batas
--
Tumpang tindih administratif ini tidak hanya menjadi masalah teknis, tetapi juga menimbulkan kecurigaan.
Haris Azhar, aktivis HAM dan pendiri Lokataru, menilai bahwa pemerintah pusat memiliki agenda terselubung di balik penetapan batas wilayah ini.
Menurut Haris, pengabaian terhadap data legal seperti peta dan titik koordinat dalam lampiran UU No. 16 Tahun 2013 menunjukkan adanya kepentingan lain yang dimainkan.
"Ini bukti bahwa pemerintah pusat memiliki agenda terselubung yang tidak diikuti dengan penataan administrasi pemerintahan lokal. Pertanyaannya, apa agenda pemerintah pusat tersebut?" ujarnya dalam pernyataan pers pada Rabu (27/11/2024).
Ia menduga bahwa kepentingan tersebut berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam, terutama oleh perusahaan tambang.
BACA JUGA:Ribuan Warga Pelosok Muba Antusias Sambut MATAHATI: Rindukan Sosok Pemimpin Baru di Sumsel
BACA JUGA:Eddy Santana Kampanye di Muba: Berantas Pungli di Dunia Pendidikan, Siap Bawa Sumsel Lebih Cerah
Dengan memaksakan wilayah tertentu masuk ke dalam kabupaten tertentu, peluang untuk mendukung operasi perusahaan tambang di kawasan tersebut menjadi lebih terbuka.
Haris juga menyoroti potensi kerugian yang akan dialami masyarakat lokal, termasuk perampasan hak atas tanah dan akses ekonomi.
Haris Azhar juga memperingatkan bahwa polemik ini dapat memicu konflik agraria yang lebih luas di wilayah Sumatera Selatan.
Ia mencontohkan beberapa kasus serupa di daerah lain, seperti Sumatera Utara dan Lampung, di mana perselisihan tapal batas sering kali berujung pada benturan fisik antara warga dan pihak berwenang.
"Sumatera Selatan memang bukan yang tertinggi kasus konflik agrarianya, tetapi setiap kasus tetap buruk bagi korban. Sengketa atas tanah yang tidak terselesaikan akan menimbulkan banyak orang kehilangan pekerjaan dan hak-hak dasar mereka," jelasnya.
Haris juga mengkritik pemerintah pusat yang dianggapnya tutup mata terhadap persoalan ini. Ia menyebut bahwa akibat tumpang tindih administrasi, banyak warga kesulitan mengurus dokumen kependudukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: