Wacana Ubah KPU dan Bawaslu Jadi Badan Ad Hoc: Penjelasan Ketua Komisi II DPR RI
Wacana Ubah KPU dan Bawaslu Jadi Badan Ad Hoc: Penjelasan Ketua Komisi II DPR RI.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id
BACA JUGA:KPU Siap Hadapi Sengketa Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi
Sementara itu, beberapa fraksi di DPR menunjukkan pandangan berbeda terkait wacana ini.
Sebagian fraksi mendukung perubahan ke badan ad hoc dengan alasan efisiensi anggaran dan sumber daya manusia.
Namun, fraksi lainnya khawatir bahwa perubahan ini justru dapat mengurangi independensi penyelenggara pemilu dan meningkatkan risiko intervensi politik.
Di sisi lain, pakar tata negara menyatakan bahwa mengubah status KPU dan Bawaslu menjadi badan ad hoc memerlukan revisi besar-besaran terhadap undang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemilu.
BACA JUGA:Jadwal Resmi Pengumuman Pilkada Serentak 2024 Menurut Tahapan KPU
BACA JUGA:Pilkada OKI 2024: Muchendi-Supriyanto Minta Kawal Kemenangan hingga Tunggu Keputusan KPUD
Selain itu, diperlukan waktu dan proses adaptasi yang tidak singkat, terutama untuk memastikan tidak ada kekosongan kewenangan selama masa transisi.
Efisiensi vs Stabilitas
Wacana perubahan status KPU dan Bawaslu ini memunculkan perdebatan mengenai efisiensi dan stabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.
Sebagai lembaga permanen, KPU dan Bawaslu dinilai memiliki stabilitas kelembagaan yang kuat, sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan pemilu yang semakin kompleks.
Namun, di sisi lain, status permanen juga dianggap membebani anggaran negara, mengingat sebagian besar tugas kedua lembaga ini hanya aktif pada saat menjelang dan selama pemilu.
Dengan berbagai pandangan yang berkembang, DPR masih perlu melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan.
Ketua Komisi II DPR, Rifqi, menegaskan bahwa apapun hasilnya, tujuan utamanya adalah menciptakan penyelenggaraan pemilu yang lebih efektif, efisien, dan tetap menjaga prinsip demokrasi.
“Yang pasti, kita ingin memastikan bahwa proses pemilu berjalan lancar, independen, dan sesuai dengan prinsip demokrasi. Apakah itu dengan status ad hoc atau permanen, semuanya harus dipikirkan secara matang,” pungkas Rifqi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: