Masyarakat Sipil Menduga Danantara Sebagai Alat Melanggengkan Industri Batubara

Masyarakat Sipil Menduga Danantara Sebagai Alat Melanggengkan Industri Batubara

Masyarakat Sipil Menduga Danantara Sebagai Alat Melanggengkan Industri Batubara.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

BACA JUGA:Kawasan Pesisir Batubara Provinsi Sumatera Utara: Menyuguhkan Pesona Wisata yang Luar Biasa

Di Dusun Suak Puntong Kabupaten Nagan Raya, Aceh masyarakat terpaksa menyingkir dari permukimannya akibat debu dari truk-truk pengangkut batubara, ditambah lagi abu pembakaran dari PLTU yang dioperasikan PT PLN Nusantara Power. 

Akibatnya, dalam kurun tiga tahun terakhir tercatat 146 kasus ISPA di dusun itu.

“Pemerintah harus mengambil ketegasan yaitu suntik mati PLTU dan beralih ke energi bersih karena penderitaan rakyat sudah cukup, mereka berhak atas hidup sehat dan bersih,” kata Direktur Yayasan Apel Green Aceh, Rahmad Syukur.

Direktur Lembaga Tiga Beradik (LTB) Jambi, Hardi Yuda mengatakan sebelum menetapkan DME batubara dengan pembiayaan Danantara, sebaiknya Prabowo melihat secara utuh dampak penderitaan rakayat yang disebabkan oleh PLTU dan tambang batubara.

Di Provinsi Jambi kata Yuda, masyarakat Desa Semaran setiap hari menghirup udara kotor, lingkungan tercemar akibat PLTU yang dioperasikan PT Permata Prima Elektrindo mengancam kesehatan masyarakat khususnya anak-anak terancam. 

Kemudian ratusan lubang-lubang bekas tambang batubara tidak direklamasi, membentuk danau yang mengancam ekosistem dan kehidupan. 

Ditambah hutan hancur dan tanah kehilangan kesuburan, Ditambah lagi sungai tercemar dan masyarakat kehilangan ruang hidup bahkan menelan ratusan korban nyawa akibat aktivitas mobilisasi hasil tambang yang melewati jalan nasional.

“Ditambah lagi Candi Muaro Jambi sebagai situs cagar budaya nasional terluas di Asia Tenggara terancam rusak akibat dikepung stockpile batubara,” kata Yuda. 

Dampak lingkungan yang ditanggung Sungai Siak di Pekanbaru Riau tak kalah merusaknya akibat PLTU batubara Tenayan Raya yang beroperasi di tepi sungai. 

Ikan-ikan hilang, air berbau busuk. Nelayan setempat kehilangan mata pencaharian sehingga terpaksa beralih jadi buruh kasar.

“Kondisi rakyat di sekitar PLTU Tenayan Raya cukup menjadi potret daya rusak hilirisasi batubara. Belum lagi PLTU ini bahan baku utamanya ialah batubara yang pada faktanya di lapangan juga menimbulkan persoalan agraria, lingkungan sampai kriminalisasi,” kata Direktur LBH Pekanbaru, Andri Alatas.

Sedangkan PT Tenaga Listrik Bengkulu, operator PLTU batubara Teluk Sepang Bengkulu membuang FABA serampangan di sekitar permukiman, tepi jalan umum hingga ke hutan konservasi Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang-Pulau Baai. 

Akibatnya, cemara mati, warga Teluk Sepang menderita ISPA secara massal, penyakit kulit diderita puluhan orang. 

Anehnya, pemerintah malah mengeluarkan TWA yang jadi lokasi pembuangan FABA menjadi area non-hutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: