Peringatan Hari Bumi: Sumatera Menolak Punah Akibat Ekspansi Energi Kotor

Peringatan Hari Bumi: Sumatera Menolak Punah Akibat Ekspansi Energi Kotor

Peringatan Hari Bumi: Sumatera Menolak Punah Akibat Ekspansi Energi Kotor.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

lingkungan dan pelanggengan pelanggaran HAM. 

Provinsi Lampung dengan pemenuhan energi listrik melalui PLTU yang salah satunya PLTU Sebalang telah memberikan dampak 

terhadap masyarakat, yang berakibat pada wilayah tangkap nelayan serta beberapa kasus sebelumnya mengenai akses jalan publik masyarakat”.

Ia menilai stockpile batubara yang menjamur di Lampung yang diduga ilegal memberikan dampak kesehatan kepada masyarakat di sekitaran Desa Sukaraja dan masyarakat banyak mengalami ISPA dan penyakit kulit akibat debu batu bara yang dihasilkan dari stockpile.

Karena itu penting mendorong dan memastikan negara untuk melakukan transisi energi yang bersih, adil dan berkelanjutan sebagai upaya pemenuhan energi yang pastisipatif dan berpihak kepada masyarakat.

Direktur LBH Padang, Diki Rafiqi menegaskan bahwa, “Negara telah gagal memenuhi kewajiban dasarnya dalam menjamin hak asasi manusia. Warga di sekitar PLTU, khususnya di PLTU Ombilin dan PLTU Teluk Sirih di Sumatera Barat dibiarkan tanpa perlindungan, meski hidup dalam bayang-bayang ancaman kesehatan dan keselamatan akibat aktivitas PLTU. Negara membiarkan rakyatnya bertaruh nyawa demi kelangsungan hidup sehari-hari”.

Sahwan Yayasan Anak Padi Lahat, mengatakan “Lahat salah satu daerah yang merupakan penghasil terbesar batu bara di Provinsi Sumatera Selatan jelas sangat berdampak buruk terhadap lingkungan dimana bentang alam yang sangat indah sekitar Bukit Serelo kini berubah menjadi lobang tambang yang besar. 

Bukan itu saja, saat musim hujan banjir selalu menghantui bisa jadi ini dikarena menyempit atau mendangkalnya sungai akibat aktivitas pertambangan tidak sampai disitu saja angkutan batubara yang hilir mudik juga menyebabkan polusi udara yang mengganggu kesehatan. 

Di Lahat juga terdapat PLTU Keban Agung dan di sekitar PLTU ini ada petani yang mengaku penghasilnya menurun sejak PLTU 

ini beroperasi.

Boni dari Perwakilan Perkumpulan Sumsel Bersih mengatakan bawah, “Dalam momentum peringatan Hari Bumi tanggal 22 April 2025 ini pemerintah Sumatera Selatan seharusnya bisa mengambil langkah besar dalam menyelamatkan masyarakat dari bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Sepanjang tahun 2024-2025 di berbagai daerah di Provinsi Sumsel diterpa bencana alam mulai dari banjir hingga kebakaran hutan hal ini di sebabkan kerusakan lingkungan”.

Ia menilai percepatan transisi energi yang adil dan berkelanjutan merupakan hal yang penting dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan guna memitigasi kerusakan lingkungan. 

Maka seruan stop dan evaluasi pembangunan PLTU batubara baru di Provinsi Sumsel karena setiap pembangunan PLTU dan tambang akan berbanding lurus dengan hilangnya lahan pertanian dan perkebunan yang menjadi sumber perekonomian masyarakat.

Sementara saat ini bauran energi Provinsi Sumsel sebesar 24,14% telah melebihi target baur energi nasional dengan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang terpasang saat ini sebesar 989,12 MW, maka seharusnya Sumsel dalam menwujudkan transisi energi harus berani mengajukan pengurangan PLTU batubara sebesar pembangkit EBT yang telah terpasang.

Arlan dari Perwakilan Koalisi Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL), menyampaikan bawah, “Sungai Musi sebagai jantung perekonomian masyarakat harus segera diselamatkan dari dampak negatif keberadaan angkutan batubara dan stockpile batubara yang menyebakan terjadinya pendangkalan dan tercemarnya Sungai Musi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: