Sayur Babanci, Warisan Kuliner Betawi yang Hampir Punah

 Sayur Babanci, Warisan Kuliner Betawi yang Hampir Punah

Kuliner Betawi yang satu ini bukan sekadar makanan — tapi warisan budaya yang hampir terlupakan.-Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID – Di tengah hiruk pikuk perkembangan kuliner modern yang merajalela di Jakarta, satu warisan budaya Betawi nyaris terlupakan: Sayur Babanci.

Makanan tradisional yang dahulu hanya disajikan pada perayaan penting ini kini menjadi simbol perjuangan pelestarian kuliner asli Indonesia.

Sayur Babanci bukan sembarang sayur. Meski disebut “sayur”, hidangan ini sebenarnya tidak mengandung sayuran secara dominan.

Namanya pun mencerminkan kekhasan Betawi yang penuh humor dan filosofi.

BACA JUGA:Putu mayang : kuliner tradisional nusantara yang kian digemari

BACA JUGA:Kuping Gajah, Camilan Tradisional yang Kembali Naik Daun di Tengah Gempuran Snack Modern

“Babanci” dalam bahasa Betawi bisa merujuk pada sesuatu yang tidak jelas identitasnya — sebagaimana makanan ini yang bukan sepenuhnya sayur, bukan juga gulai, bukan soto, bukan pula kari.

Campuran bumbu dan bahan yang rumit membuat Sayur Babanci menjadi sajian yang benar-benar unik.

Menurut sejarawan kuliner Betawi, Sayur Babanci pertama kali dikenal pada abad ke-19 di kalangan masyarakat Betawi Tengah, khususnya di daerah Condet dan Kampung Melayu.

Makanan ini biasanya disajikan dalam acara keagamaan seperti Maulid Nabi atau Lebaran, menandakan bahwa hidangan ini punya makna simbolik dan spiritual tersendiri.

BACA JUGA:Gulai Belacan: Warisan Rasa Melayu yang Terus Menggugah Selera

BACA JUGA:Sate Kepal Daging Kambing, Sajian Lezat yang Cocok untuk Segala Suasana

Keunikan Sayur Babanci terletak pada kekayaan rempahnya.

Ada lebih dari 20 jenis bumbu dan rempah yang digunakan, di antaranya kelapa sangrai, kemiri, lengkuas, kunyit, jahe, kayu manis, kapulaga, hingga bunga lawang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: