Soto Lamongan, Warisan Kuliner Nusantara yang Terus Menyatu dengan Zaman

Soto Lamongan, Warisan Kuliner Nusantara yang Terus Menyatu dengan Zaman

Soto Lamongan, warisan kuliner Nusantara yang tak lekang oleh waktu.-Fhoto: Istimewa-

PALPOS.ID - Soto Lamongan, salah satu kuliner khas Indonesia yang berasal dari Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, terus menunjukkan eksistensinya sebagai hidangan tradisional yang dicintai lintas generasi.

Aroma rempahnya yang menggoda dan cita rasa gurih yang khas membuat soto ini tak hanya populer di daerah asalnya, tetapi juga tersebar luas di berbagai kota besar di Indonesia, bahkan hingga mancanegara.

Keunikan Soto Lamongan terletak pada penggunaan koya, bubuk gurih yang terbuat dari kerupuk udang dan bawang putih goreng yang dihaluskan.

Koya inilah yang menjadi pembeda utama dibandingkan jenis soto lainnya seperti Soto Kudus atau Soto Betawi.

BACA JUGA:Nasi Itik Gambut, Kuliner Legendaris Kalimantan Selatan yang Terus Menggoda Selera

BACA JUGA:Lontong Kupang : Kuliner Khas Jawa Timur yang Menggugah Selera dan Sarat Tradisi

Ketika koya ditaburkan ke atas kuah panas, aroma bawang dan gurihnya kerupuk menyatu menciptakan sensasi rasa yang dalam.

Soto Lamongan diperkirakan telah ada sejak awal abad ke-20, berkembang seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat Jawa Timur ke daerah-daerah lain. Awalnya, hidangan ini disajikan dalam skala rumahan.

Namun seiring waktu, banyak warga Lamongan yang merantau ke berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta, membawa serta resep soto keluarga mereka.

Dari pedagang kaki lima hingga rumah makan besar, Soto Lamongan menjadi menu andalan yang selalu dicari.

BACA JUGA:Serabi Solo : Kuliner Tradisional yang Memikat Selera dan Mengangkat Warisan Budaya

BACA JUGA:Nasi Tumpeng : Ikon Kuliner dan Budaya Indonesia yang Mendunia

Warung Soto Lamongan bahkan kini menjadi pemandangan umum di pinggir-pinggir jalan ibu kota, menyaingi popularitas makanan cepat saji.

Menurut budayawan kuliner asal Jawa Timur, Dr. Suyatno, popularitas Soto Lamongan tak lepas dari kemampuannya beradaptasi dengan selera lokal.

“Soto Lamongan memiliki rasa yang kuat, namun tetap fleksibel. Ia bisa mengikuti selera masyarakat daerah lain tanpa kehilangan identitasnya,” jelasnya dalam wawancara dengan media lokal.

Secara umum, Soto Lamongan terdiri dari potongan ayam suwir, mie bihun, kol, telur rebus, seledri, daun bawang, bawang goreng, dan tak lupa koya yang menjadi ciri khas utama.

BACA JUGA:Nasi Uduk, Warisan Kuliner Betawi yang Tak Lekang oleh Waktu

BACA JUGA:Pindang Betawi, Hidangan Tradisional yang Kian Dilirik Penikmat Kuliner Nusantara

Kuahnya berwarna kuning keruh, hasil perpaduan dari kunyit, lengkuas, serai, kemiri, dan aneka bumbu rempah lainnya.

Ayam yang digunakan pun bukan sembarang ayam. Banyak penjual Soto Lamongan memilih ayam kampung karena dagingnya lebih kenyal dan gurih, cocok untuk direbus lama demi mendapatkan kaldu yang kaya rasa.

Yang menarik, beberapa warung Soto Lamongan menambahkan jerohan seperti hati atau ampela ayam, atau bahkan ceker untuk menambah variasi tekstur.

Ini menunjukkan bahwa kuliner tradisional Indonesia memiliki fleksibilitas tinggi dalam pengolahannya.

Salah satu kisah sukses pelestarian kuliner ini datang dari seorang pengusaha muda bernama Andi Setiawan (35), warga asli Lamongan yang kini memiliki 12 cabang rumah makan Soto Lamongan di Jabodetabek.

"Awalnya saya hanya jualan di gerobak dorong. Tapi karena banyak pelanggan suka dan repeat order, akhirnya saya berani buka tempat sendiri," ungkap Andi.

Andi bahkan telah membawa Soto Lamongan ke luar negeri, tepatnya di Kuala Lumpur dan Singapura, dengan label “Soto Lamongan Wawan”.

Ia menyesuaikan sedikit rasanya agar cocok dengan lidah lokal, tanpa menghilangkan karakter koya dan kaldu kuningnya.

Langkah serupa dilakukan oleh diaspora Indonesia di Belanda dan Australia, yang membuka restoran Indonesia dengan Soto Lamongan sebagai menu andalan.

Fakta ini membuktikan bahwa makanan tradisional tak harus terpaku pada masa laluia bisa maju, berinovasi, dan mendunia.

Dalam era digital, eksistensi Soto Lamongan juga terbantu oleh media sosial. Banyak food vlogger dan influencer kuliner yang mengulas soto ini, baik dari sisi rasa maupun keunikan tampilannya.

Tagar #SotoLamongan bahkan sempat trending di TikTok pada awal 2024 setelah beberapa selebgram makanan mengulas warung soto legendaris di Lamongan kota.

Tak hanya promosi, media sosial juga memfasilitasi edukasi kuliner, memperkenalkan proses pembuatan koya, tips memilih ayam yang tepat, hingga resep membuat soto rumahan ala Lamongan.

Meski digemari, Soto Lamongan juga menghadapi tantangan di era modern.

Persaingan dengan makanan cepat saji, keterbatasan bahan baku alami, hingga menurunnya minat generasi muda untuk meneruskan usaha kuliner tradisional menjadi isu yang perlu diperhatikan.

Namun banyak pelaku kuliner muda yang mulai sadar akan pentingnya melestarikan kekayaan kuliner Nusantara.

Melalui inovasi penyajian, digitalisasi pemasaran, dan kerja sama dengan platform layanan antar makanan, Soto Lamongan tetap mampu bersaing dan menarik perhatian generasi milenial dan Gen Z.

Soto Lamongan bukan sekadar semangkuk makanan, melainkan cerminan budaya, sejarah, dan semangat gotong royong masyarakat Indonesia.

Ia adalah bukti bahwa warisan leluhur bisa tetap hidup dan berkembang jika dikelola dengan cerdas dan penuh cinta.

Dengan cita rasa yang khas, sejarah yang kaya, dan inovasi yang terus berjalan, Soto Lamongan tampaknya masih akan terus bertahan sebagai salah satu ikon kuliner Indonesia di masa kini dan masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: