Anak Sungai di Palembang Mati Perlahan: Sejarawan Peringatkan Identitas Kota Terancam Hilang

Anak Sungai di Palembang Mati Perlahan: Sejarawan Peringatkan Identitas Kota Terancam Hilang.--Dokumen Palpos.id
Ini soal bertahan hidup. Di tengah krisis iklim global, sungai menjadi koridor alami mitigasi banjir, penyimpanan air tanah, dan penjaga suhu kota.
“Kalau sungai hilang, bukan hanya air yang tenggelam, tetapi juga identitas Palembang. Kita akan menjadi kota tanpa jiwa,” katanya.
Kemas pun menambahkan bahwa Palembang sebenarnya memiliki banyak regulasi — dari UU Sumber Daya Air, Perda, hingga Perwali — tapi hukum tanpa penegakan tak lebih dari lembaran kertas.
Yang dibutuhkan hari ini adalah kesadaran kolektif.
“Kalau kita gagal menjaga sungai hari ini, kita sedang menenggelamkan peradaban esok hari,” katanya.
Palembang punya modal sejarah yang luar biasa. Dari Benteng Kuto Besak yang dibangun di antara empat sungai (Kapuran, Sekanak, Tengkuruk, dan Musi), rumah Limas Cek Mas hingga rumah Baba Ong Boen Tjit yang dulunya adalah jantung perdagangan sungai.
Jika dikelola serius, semua itu bisa menjadi koridor wisata sejarah sekaligus ekonomi hijau.
Harapan belum musnah. Penelitian menunjukkan bahwa sungai masih bisa dihidupkan kembali melalui revitalisasi anak-anak sungai, pemberdayaan komunitas tepian, promosi perahu ketek, hingga konservasi rumah limas.
Semua itu harus dirangkai dalam satu visi besar: menata ulang narasi Palembang dari kota yang meminggirkan sungai menjadi kota yang merangkulnya kembali.
Karena pada akhirnya, menjaga sungai berarti menjaga sejarah, lingkungan, dan masa depan Palembang. Jika generasi hari ini gagal, maka mereka akan tercatat dalam sejarah bukan sebagai pewaris kota sungai, melainkan pengubur peradaban air.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber