Iklan HUT KORPRI 2025
Iklan Astra Motor

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif.--Dokumen Palpos.id

Selanjutnya juga dapat membangun kesepahaman bersama mengenai rencana aksi kolaboratif yang realistis dan selaras dengan tugas, fungsi, serta perspektif masing-masing pemangku kepentingan, sehingga mampu mendukung dan memperkuat upaya-upaya pengelolaan berkelanjutan yang sedang dilaksanakan oleh PBPH PT REKI di kawasan Hutan Harapan.

Site Manager PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) Dewa Gumay memaparkan, lanskap Hutan Harapan seluas 371.054 Ha, dan 26% areal tersebut dikelola oleh PT REKI seluas 98.013 Ha. 

BACA JUGA:Penampungan Minyak Terbakar, Polsek Babat Toman Lakukan Penyelidikan

BACA JUGA:Pelatihan Pembuatan Sabun dari Minyak Jelantah sebagai Upaya Diverisfikasi Produk

52% dari lanskap ini merupakan bagian dari ekoregion Jambi Musi Kuantan yang masuk dalam kategori areal critically endangered. 

Hal ini dikarenakan sejak tahun 1980 mengalami angka kehilangan hutan lebih dari 70%.

"PT REKI dalam melaksanakan program-program kerja di kawasan Meranti-Harapan, berbasis pada Stabilisasi Kawasan (perlindungan dan pengamanan hutan, restorasi ekosistem, dan konservasi Kehati); Obligasi Pemerintahan (Kepatuhan terhadap mandatori pemerintah sesuai dengan regulasi yang berlaku); Pengembangan Bisnis Berkelanjutan (Community Bussiness dan Coorporate Bussiness)," terangnya.

Ia juga menguraikan, kerangka kerja PT REKI di Meranti-Harapan melalui tiga Kelola. Pertama Kelola Kawasan yang meliputi, pengamanan kawasan dari aktivitas ilegal (illegal logging, perambahan, illegal drilling perburuan); Penguatan patroli dan sistem monitoring (patroli rutin, SMART patrol, kamera pengawas); Penegasan batas kawasan dan penataan ruang/zonasi; Kawasan Peningkatan koordinasi dengan aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan nasional; dan Penanganan konflik tenurial dan pencegahan konflik lahan mitigasi risiko bencana (kebakaran hutan, banjir, degradasi lahan).

BACA JUGA:Legalitas Sumur Minyak Rakyat Dongkrak Ekonomi Daerah, Herman Deru Apresiasi Langkah Menteri ESDM

BACA JUGA:Bahlil Lahadalia Pastikan November 2025, Sumur Minyak Rakyat Mulai Beroperasi Legal

Selanjutnya Kelola Sosial yang melingkupi pemetaan pemangku kepentingan dan kelompok masyarakat sekitar kawasan; Penguatan kelembagaan masyarakat (kelompok tani hutan, koperasi, forum desa); Peningkatan kesadaran dan edukasi konservasi; Pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pengelolaan; Kawasan penyelesaian konflik sosial secara dialogis dan berkeadilan; juga Penguatan peran masyarakat lokal sebagai mitra perlindungan hutan.

Serta Kelola Ekonomi, di mana pengembangan mata pencaharian berkelanjutan berbasis hutan Penerapan dan penguatan skema agroforestry; Pengembangan produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dukungan akses pasar, permodalan, dan rantai nilai; Peningkatan kapasitas ekonomi rumah tangga masyarakat; Insentif ekonomi untuk praktik pengelolaan hutan lestari; dan Pemanfaatan jasa lingkungan dan biodiversity.

Dalam perkembangan terkini, kawasan tersebut mengalami peningkatan tekanan antropogenik akibat pembangunan jalan produksi tambang yang telah membuka aksesibilitas ke dalam kawasan, sehingga meningkatkan peluang perambahan dan perluasan aktivitas masyarakat ke dalam kawasan hutan, yang pada akhirnya mempercepat okupasi lahan serta konversi hutan, terutama di perbatasan administratif Sumsel, dan Jambi. 

Ekspansi pemanfaatan ruang tersebut mengakibatkan perubahan struktur ekosistem yang berdampak langsung pada fragmentasi habitat, penurunan carrying capacity, dan terputusnya koridor jelajah satwa liar.

BACA JUGA:Legalitas Sumur Minyak Rakyat Dongkrak Ekonomi Daerah, Herman Deru Apresiasi Langkah Menteri ESDM

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: berbagai sumber