Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif
Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif.--Dokumen Palpos.id
"Pertemuan ini memiliki arti strategis sebagai ruang konsolidasi gagasan dan penyelarasan langkah lintas pemangku kepentingan. Diperlukan tata kelola yang kuat, kepemimpinan kolaboratif, serta komitmen lintas sektor agar lanskap Meranti-Harapan tidak hanya dipertahankan keberadaannya, tetapi dikelola sebagai model pengelolan hutan yang adaptif dan berkelanjutan," harapnya.
Syafrul juga mengutip pribahasa, "Alam tidak meminta untuk dieksploitasi, melainkan dijaga. Ketika kita merawatnya dengan bijak, alam akan memberi lebih dari yang kita buruhkan".
Karenanya, melalui dialog multipihak yang inklusif dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan mitra pembangunan maka dapat menghasilkan rekomendasi strategis untuk memperkuat perhutanan sosial meningkatkan pengendalian gangguan hutan, memperbaiki konektivitas habitat satwa kunci, serta mengembangkan inovasi multiusaha kehutanan yang berlandaskan prisip keberlanjutan dan ekonomi hijau.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel untuk membahas tantangan dan peluang pengelolaan hutan di lanskap Meranti-Harapan, dengan fokus utama pada perlindungan satwa liar melalui pembentukan koridor satwa.
Kegiatan ini menjadi penting mengingat Sumsel, memiliki delapan kantong habitat gajah Sumatera seluas 1.765.351,5 ha dan 8 kantong habitat Harimau Sumatera seluas 1.859.495,42 ha.
Sayangnya, habitat tersebut terancam oleh alih fungsi lahan, fragmentasi, konflik manusia-satwa, dan perburuan liar.
“Kawasan konservasi saat ini terisolasi. Tanpa konektivitas, populasi satwa seperti gajah dan harimau terancam mengalami penurunan genetik dan konflik dengan manusia,” jelas perwakilan BKSDA Sumsel dalam paparannya.
Sebagai solusi, BKSDA bersama para pihak telah menginisiasi Koridor Satwa Meranti Dangku seluas 206.946,51 hektar. Koridor ini dirancang untuk menghubungkan kantong habitat gajah di Sugihan Simpang Heran dengan kantong habitat harimau di Jambul Nanti Patah, sehingga satwa dapat bermigrasi dan berinteraksi secara alami.
“Koridor ini diusulkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE), yang pengelolaannya akan melibatkan multipihak melalui Forum Kolaborasi yang telah dibentuk sejak 2020,” tambahnya.
Dokumen tersebut juga menyoroti dasar hukum kuat yang mendukung upaya ini, mulai dari UU No. 5 Tahun 1990, UU No. 32 Tahun 2024, hingga Instruksi Presiden Tahun 2023 yang memerintahkan koordinasi lintas kementerian untuk pelestarian keanekaragaman hayati.
Tahapan yang telah dilakukan meliputi verifikasi lapangan, studi data sekunder, ground check bersama akademisi Universitas Sriwijaya, hingga sosialisasi kepada para pemangku kepentingan, termasuk perusahaan pemegang konsesi di sekitar koridor.
“Kami juga telah menyusun rencana aksi pengelolaan, termasuk patroli terpadu, pemasangan rambu peringatan, serta program mitigasi konflik berbasis masyarakat,” papar tim BKSDA.
Namun, sejumlah tantangan masih menghadang, terutama terkait komitmen para pihak, pendanaan berkelanjutan, serta penegakan hukum terhadap perburuan liar dan perambahan kawasan.
Kepala BKSDA Sumsel menegaskan, “Perlindungan satwa liar adalah tanggung jawab bersama. Dunia usaha, pemerintah, akademisi, LSM, dan masyarakat harus bersinergi. Koridor ini bukan hanya untuk satwa, tetapi untuk keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan manusia.”
Diharapkan, dengan dukungan penuh semua pihak, Koridor Meranti Dangku dapat menjadi model pengelolaan lanskap berkelanjutan yang dapat direplikasi di wilayah lain di Sumatera.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: berbagai sumber


