Iklan HUT KORPRI 2025
Iklan Astra Motor

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif

Tantangan dan Peluang Pengelolaan Hutan Meranti Harapan Menuju Model Kolaboratif yang Responsif.--Dokumen Palpos.id

Alih fungsi lahan, perambahan, fragmentasi habitat, dan interaksi negatif manusia-satwa mengancam kelestariannya. 

Sebuah kajian sosial-ekologis terbaru yang digagas Universitas Sriwijaya mengungkap dampak serius “efek tepi”, di mana pembukaan lahan menyebabkan perubahan mikroklimat, meningkatnya risiko kebakaran, dan menyusutnya habitat inti satwa liar.

“Batas antara Hutan Harapan dan HTI, misalnya, menunjukkan penurunan signifikan populasi burung understory. Jalan akses dan kanal sawit juga memicu fragmentasi dan mengeringkan lahan basah,” jelas tim peneliti Unsri.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pendekatan terpadu yang menempatkan manusia sebagai bagian dari solusi ekosistem. Pemetaan partisipatif konflik lahan dan strategi mata pencaharian masyarakat menjadi langkah awal yang krusial. 

Riset biodiversitas secara ilmiah memunculkan rekomendasi antara lain: Restorasi koridor ekologi dengan lebar ideal 300–500 meter, Reforestasi tepi hutan untuk mitigasi efek tepi, dan Pemulihan konektivitas hidrologi dan kanopi.

Inventarisasi spesies payung dan endemik, analisis konektivitas koridor satwa, serta monitoring adaptif menjadi dasar perencanaan yang berbasis bukti.

Kunci keberhasilan terletak pada kolaborasi multipihak atau pendekatan heliks kuadrupel, yang melibatkan pemerintah (Dishut, BKSDA), dunia usaha (PT REKI), akademisi (Universitas Sriwijaya), LSM, dan masyarakat lokal.

Sebagai wujud konkret, Living Lab Hutan Harapan telah diluncurkan sebagai platform kolaboratif. Di sini, riset terapan, inovasi sosial-ekologis, dan kebijakan diintegrasikan untuk menciptakan solusi berkelanjutan dan direplikasi di wilayah lain. 

Setiap tindakan konservasi, sekecil apa pun, sangat berarti. Melindungi biodiversitas bukan hanya tentang menyelamatkan satwa, tetapi juga menjamin keseimbangan ekosistem yang mendukung kehidupan dan kesejahteraan manusia.

Di penghujung pertemuan ini, Direktur PT REKI Adam Aziz juga mengapresiasi dengan berjalannya kegiatan (FGD) tersebut. Menurutnya, terdapat pencapaian yang baik, serta berbagai informasi dan inisiatif baru dari para pihak. Selanjutnya terbangunnya komitmen bersama untuk rencana aksi sampai ke tingkat tapak.

“Antisipasi terhadap tantangan, yakni menurunkan (kesepakatan) menjadi kerja nyata di lapangan, berkelanjutan dan kolaboratif. Berharap pada pengambil kebijakan lebih tinggi menjadikan ini sebagai pertimbangan dalam kebijakan yang lebih besar,” tandasnya.

Pada pengujung pertemuan, semua pihak membuat kesepakatan sebagai resolusi mewujudkan pengelolaan lanskap Meranti-Harapan secara berkelanjutan, adaptif dan kolaboratif sehingga tetap terjaga serta sebagai benteng terakhir biodiversitas Sumatera, sekaligus contoh nyata pengelolaan lanskap berkelanjutan di Indonesia. 

Dalam FGD hadir multi pihak meliputi: Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah V Palembang, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumsel, UPTD KPH Wilayah I Meranti, Universitas Sriwijaya, Universitas Muhammadiyah Palembang, PT. Sentosa Bahagia Bersama.

Kemudian, PT. Bumi Persada Permai, Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI), Yayasan Rimba Institute, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) Sumatera Selatan, PLANTARI Institute, Yayasan Depati, Sumsel Budget Center Sumsel, Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI-WARSI), Yayasan Pemerhati Rimba Nusantara (YPRN).

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: berbagai sumber