Panji Gumilang lahir di sebuah desa kecil di Jawa Tengah, pada tanggal 10 April 1970.
Kehidupan masa kecilnya sederhana dan penuh dengan kesederhanaan.
Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara, dan di tengah keterbatasan ekonomi keluarga, Panji tumbuh menjadi pribadi yang penuh semangat dan tekad kuat untuk meraih cita-citanya.
Sejak muda, Panji telah menunjukkan minat yang tinggi terhadap dunia keagamaan.
Ia selalu bersemangat untuk menimba ilmu agama Islam dan berkomitmen untuk mengamalkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah menamatkan pendidikan di pondok pesantren lokal, Panji memutuskan untuk melanjutkan studi agamanya di pondok pesantren ternama di Jawa Timur.
Di sana, dia menimba ilmu dari berbagai ulama dan mendalami berbagai disiplin ilmu keagamaan.
Pada tahun 1996, setelah menyelesaikan pendidikan agamanya, Panji Gumilang kembali ke tanah kelahirannya dan mulai berdakwah di berbagai daerah di Jawa Tengah.
Pada tahun 2000, Panji Gumilang dipercaya untuk menjadi pengasuh dan pemimpin di Pondok Pesantren Al Zaytun yang saat itu masih berada dalam tahap awal perkembangannya.
Untuk diketahui, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri secara resmi menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
Penahanan terhadap Panji Gumilang telah dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sejak pukul 02.00 WIB.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, menyatakan bahwa setelah Panji Gumilang ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 1 Agustus 2023, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadapnya.
Setelah pemeriksaan dilakukan, Polri mengambil langkah hukum dengan melakukan penahanan sejak pukul 02.00 WIB.
Penahanan tersebut akan berlangsung selama 20 hari, dimulai dari tanggal 2 Agustus hingga tanggal 21 Agustus 2023, di Rutan Bareskrim.
Panji Gumilang dijerat dengan beberapa pasal, termasuk Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengancam hukuman penjara selama 10 tahun.
Selain itu, pasal lain yang digunakan adalah Pasal 45 a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman penjara selama 6 tahun, serta Pasal 156 a KUHP yang mengancam hukuman penjara selama 5 tahun.