Dengan angka PDRB per kapita sekitar Rp457,55 juta per tahun, kabupaten ini jauh melampaui kabupaten-kabupaten di Pulau Jawa.
Namun, perlu diingat bahwa meskipun memiliki PDRB per kapita yang tinggi, tidak semua penduduk kabupaten ini merasakan manfaatnya secara merata.
Ada kalangan tertentu yang mungkin lebih mendapatkan manfaat dari kemakmuran ini, mengingat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Salah satu faktor penting dalam kesuksesan Teluk Bintuni adalah kekayaan alamnya.
Kabupaten ini memiliki potensi alam yang melimpah, terutama dalam sektor minyak dan gas.
Cadangan gas alam yang besar telah menjadi dasar bagi proyek besar seperti Tangguh LNG.
Proyek ini melibatkan pembangunan kilang LNG di Teluk Bintuni, yang menampung gas alam dari berbagai blok di sekitarnya, termasuk Blok Berau, Blok Wiriagar, dan Blok Muturi.
Selain itu, kabupaten ini juga diberkahi dengan cadangan minyak bumi dan batu bara yang cukup berlimpah.
Sektor pengolahan, migas, dan pertambangan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dan kontribusi terhadap PDRB.
Tidak hanya menjadi pusat ekonomi, Teluk Bintuni juga merupakan pusat potensi alam yang sangat beragam.
Kabupaten ini merupakan produsen utama udang dan kepiting di Indonesia.
Dalam setahun, Teluk Bintuni mampu memasok sekitar 2 juta ton udang dan kepiting ke Jakarta, dan bahkan mengekspornya ke negara-negara seperti Malaysia, Singapura, China, dan Jepang.
Namun, kekayaan alam saja tidak menjelaskan kesuksesan Teluk Bintuni.
Upaya pelestarian lingkungan juga menjadi fokus penting dalam pembangunan daerah ini. Pada tahun 1980, hutan mangrove di kabupaten ini diusulkan oleh World Wild Foundation (WWF) untuk dijadikan cagar alam.
Dalam perkembangannya, upaya konservasi ini menjadi kawasan strategis yang sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang.
Hutan mangrove bukan hanya berperan dalam menjaga ekosistem laut dan garis pantai, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat adat di pesisir pantai Teluk Bintuni.