Namun, puncak kebanggaannya terjadi pada tahun 2002 ketika Palopo secara resmi diakui sebagai kota melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2002, tanggal 10 April 2002.
Nama Palopo: Mengurai Asal Usul dari Ware hingga Palopo'i
Sebagai bagian dari Epik La Galigo, Palopo memiliki akar sejarah yang dalam.
BACA JUGA:Menggali Kebudayaan yang Terlupakan: Agama Tolotang di Sulawesi Selatan
BACA JUGA:Update Terkini! Pemekaran Wilayah Sulawesi Selatan: Transformasi Menjadi Tiga Provinsi Baru
Awalnya dikenal sebagai Ware, nama Palopo mulai muncul sekitar tahun 1604.
Perubahan nama ini bersamaan dengan pembangunan Masjid Jamik Tua, dan kata "Palopo" sendiri diambil dari bahasa Bugis-Luwu.
Arti kata "Palopo" memiliki dua dimensi yang menarik. Pertama, merujuk pada penganan tradisional terbuat dari ketan, gula merah, dan santan.
Kedua, berasal dari kata "Palopo'i," yang berarti tancapkan atau masukkan.
BACA JUGA:Pemekaran Provinsi Sulawesi Selatan: Rencana Pembentukan Dua Kabupaten Baru Menyongsong Masa Depan
BACA JUGA:Pemekaran Sulawesi Selatan (Sulsel): Membahas Pembentukan Provinsi Luwu Raya dan Bugis Timur
Ungkapan ini terkait dengan tahapan awal pembangunan Masjid Tua, menggambarkan momen penting dalam sejarah kota.
Palopo sebagai Ibu Kota Kesultanan Luwu
Ketika Kesultanan Luwu mencari ibu kota baru, Palopo menjadi pilihan yang tepat.
Menggantikan Amassangan, Palopo pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Luwu.
Batas kota pada periode awal diyakini melingkar antara makam Jera’ Surutanga di selatan, makam Malimongan di barat, dan makam raja Lokkoe di utara Sungai Boting.