Kendala Administratif Pembentukan Daerah Otonomi Baru Provinsi Ogan Komering dan Enim (OKE) di Sumatera Selata

Kamis 19-09-2024,09:48 WIB
Reporter : Bambang
Editor : Yen_har

SUMATERA SELATAN, PALPOS.ID - Kendala Administratif Pembentukan Daerah Otonomi Baru Provinsi Ogan Komering dan Enim (OKE) di Sumatera Selatan.

Pemekaran wilayah di Indonesia telah menjadi isu yang menarik perhatian publik selama beberapa dekade terakhir, terutama di tengah wacana reformasi birokrasi dan pembangunan daerah. 

Salah satu yang mencuat baru-baru ini adalah rencana pembentukan Provinsi Ogan Komering dan Enim (OKE) yang mencakup wilayah-wilayah di Sumatera Selatan. 

Meski mendapat dukungan dari masyarakat, kendala administratif, seperti moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) oleh pemerintah pusat, menjadi hambatan utama dalam merealisasikan wacana ini.

BACA JUGA:Potensi Kota Lubuklinggau Sebagai Ibu Kota Provinsi Baru Sumselbar Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan

BACA JUGA:Usulan Provinsi Baru Palapa Selatan Pemekaran Wilayah Gabungan Sumatera Selatan dan Bengkulu Kembali Menguap

Provinsi OKE yang direncanakan akan mencakup wilayah Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir (OI), dan Muara Enim, diyakini bisa meningkatkan efisiensi pemerintahan dan pembangunan ekonomi di daerah. 

Namun, di balik ambisi besar ini, berbagai tantangan harus dihadapi oleh para pengusul.

1. Sejarah dan Asal Usul Wacana Provinsi OKE

Gagasan pembentukan Provinsi OKE sebenarnya bukanlah hal baru. Pada tahun 2016, pertemuan di Kabupaten OKU menjadi titik awal munculnya wacana ini. 

Para tokoh masyarakat, pemuda, dan akademisi dari berbagai daerah di Sumatera Selatan mulai memperbincangkan pentingnya pembentukan provinsi baru guna mempercepat pembangunan di wilayah mereka. 

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Kota Lubuklinggau Bingung Memilih Provinsi Baru, Sumselbar atau Musi Raya?

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Sumatera Selatan: Dua Calon Provinsi Baru Perebutkan Kabupaten Seluas 4.362 Kilometer Perseg

Salah satu penggagas awal, Herman Sawiran, menyebut bahwa wacana ini muncul karena adanya ketimpangan pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah Ogan Komering dan Enim.

Dalam pertemuan tersebut, tokoh-tokoh lokal seperti H Leo Budi Rahmadi dan Dewantara Jaya turut serta menyuarakan dukungan mereka terhadap ide ini. 

Kategori :