SUMATERA SELATAN, PALPOS.ID - Kendala Administratif Pembentukan Daerah Otonomi Baru Provinsi Ogan Komering dan Enim (OKE) di Sumatera Selatan.
Pemekaran wilayah di Indonesia telah menjadi isu yang menarik perhatian publik selama beberapa dekade terakhir, terutama di tengah wacana reformasi birokrasi dan pembangunan daerah.
Salah satu yang mencuat baru-baru ini adalah rencana pembentukan Provinsi Ogan Komering dan Enim (OKE) yang mencakup wilayah-wilayah di Sumatera Selatan.
Meski mendapat dukungan dari masyarakat, kendala administratif, seperti moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) oleh pemerintah pusat, menjadi hambatan utama dalam merealisasikan wacana ini.
Provinsi OKE yang direncanakan akan mencakup wilayah Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Ilir (OI), dan Muara Enim, diyakini bisa meningkatkan efisiensi pemerintahan dan pembangunan ekonomi di daerah.
Namun, di balik ambisi besar ini, berbagai tantangan harus dihadapi oleh para pengusul.
1. Sejarah dan Asal Usul Wacana Provinsi OKE
Gagasan pembentukan Provinsi OKE sebenarnya bukanlah hal baru. Pada tahun 2016, pertemuan di Kabupaten OKU menjadi titik awal munculnya wacana ini.
Para tokoh masyarakat, pemuda, dan akademisi dari berbagai daerah di Sumatera Selatan mulai memperbincangkan pentingnya pembentukan provinsi baru guna mempercepat pembangunan di wilayah mereka.
Salah satu penggagas awal, Herman Sawiran, menyebut bahwa wacana ini muncul karena adanya ketimpangan pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat di wilayah Ogan Komering dan Enim.
Dalam pertemuan tersebut, tokoh-tokoh lokal seperti H Leo Budi Rahmadi dan Dewantara Jaya turut serta menyuarakan dukungan mereka terhadap ide ini.