Aktivis HAM Haris Azhar menilai tumpang tindih ini mencerminkan lemahnya penataan administrasi oleh pemerintah pusat.
Ia menuding pemerintah pusat memiliki agenda tertentu dalam pembentukan daerah baru, namun gagal menyelaraskan administrasi pemerintahan lokal.
“Permendagri No. 76/2014 melanggar undang-undang karena penataan wilayahnya tidak sesuai dengan peta dan titik koordinat yang diatur dalam UU No. 16/2013,” ujar Haris. “Ini menciptakan ketidakpastian hukum dan dampak sosial di masyarakat. Pertanyaannya, apa sebenarnya agenda pemerintah pusat?”
BACA JUGA:BREAKING NEWS : Pasar Cinde Palembang Terbakar
BACA JUGA:Berita Terbaru: Ini Daftar HP Samsung Terbaru dan Spesifikasinya di Tahun 2024
Meski kecewa dengan putusan PN Lubuk Linggau, tim kuasa hukum PT SKB menyatakan menghormati keputusan tersebut dan akan terus berjuang demi keadilan.
Mereka berharap hukum ditegakkan tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pihak tertentu.
Sementara itu, Haji Halim, dalam usianya yang telah menginjak 87 tahun, berharap konflik ini segera berakhir.
Dengan kondisi kesehatan yang menurun setelah kehilangan istrinya, ia berusaha tetap tabah menghadapi persoalan hukum yang menimpa dirinya dan perusahaannya.
“Sebagai manusia, kita hanya bisa berusaha dan berdoa. Saya ingin semua ini selesai dengan cara yang baik dan adil,” pungkasnya.
BACA JUGA:Panitia Diksar UKMK Litbang Bantah Pernyataan Arya dan Berita yang Beredar
Konflik ini menjadi pelajaran penting mengenai pentingnya transparansi hukum dan administrasi wilayah yang jelas untuk menghindari ketidakpastian hukum di masa depan.
Dengan penanganan yang tepat, diharapkan sengketa ini dapat diselesaikan tanpa menimbulkan dampak sosial lebih lanjut bagi masyarakat di wilayah tersebut.