PALPOS.ID - Menjelang bulan suci Ramadan, masyarakat Palembang kembali menggelar tradisi Ziarah Kubro, sebuah ritual tahunan yang telah berlangsung secara turun-temurun.
Ribuan jemaah, baik dari dalam maupun luar kota, berbondong-bondong mengikuti kegiatan ini untuk menghormati para ulama dan tokoh penyebar agama Islam di Bumi Sriwijaya.
Berbagai kegiatan dalam ziarah kubro dimulai dengan arak-arakan jemaah dari berbagai penjuru Palembang yang mengenakan busana khas berwarna putih.
Mereka berjalan kaki menuju makam para wali dan ulama besar, yang berjasa dalam penyebaran Islam di Palembang.
BACA JUGA:Spektakuler! Ribuan Warga Palembang Saksikan Flyboard with Bodylighting di Festival Sungai Musi 2025
Kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada para leluhur, tetapi juga sebagai momen refleksi spiritual bagi umat Islam sebelum memasuki bulan Ramadan.
Dalam tahun ini, tradisi religi ini digelar dalam 3 hari yakni 21 hingga 23 Februari. Akademisi UIN Raden Fattah Palembang, Madi Apriadi, memberikan tanggapan mengenai tradisi ini.
Menurut Madi Apriadi, tradisi Nyekar telah menjadi bagian dari budaya turun-temurun di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar kunjungan ke makam, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam mengingat kematian dan sebagai sarana introspeksi diri.
“Ziarah kubur ini adalah tradisi yang baik untuk dilestarikan, karena di dalamnya terkandung nilai-nilai yang mengingatkan kita akan kematian. Hal ini bisa menjadi bahan renungan untuk menjadi manusia yang lebih baik, terlebih dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan yang merupakan bulan penuh ampunan,” ujar Madi, Jumat, 21 Februari 2025.
BACA JUGA:Wujud Kepedulian Lingkungan Astra Motor Sumsel Gelar Pembinaan Bank Sampah
BACA JUGA:Awal Tahun DBD di Palembang Ada 29 Kasus, Dinkes Imbau Tingkatkan Kewaspadaan
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam, ziarah kubur memang dianjurkan karena tujuannya untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dunia.
Namun, ia juga mengingatkan agar tradisi ini tidak disalahartikan atau disalahgunakan dengan tujuan yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
“Nyekar sebenarnya adalah ziarah kubur, yang di dalamnya terdapat aktivitas mendoakan keluarga yang telah mendahului kita. Namun, yang perlu diingat adalah niat kita dalam berziarah. Jangan sampai ada yang datang ke makam bukan untuk berdoa dan mengingat kematian, tetapi malah meminta-minta atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Jika itu terjadi, maka hal tersebut masuk dalam kategori perbuatan syirik,” tegasnya.