Dulu nenek saya membuat ini tiap kali ada acara keluarga besar. Kini saya ingin meneruskan tradisi itu.”
BACA JUGA:Pie Susu, Oleh-Oleh Khas Bali yang Makin Mendunia
BACA JUGA:Kue Kacang Almond : Perpaduan Tradisi dan Inovasi dalam Setiap Gigitan
Popularitas Chuikaoso melonjak sejak awal 2024, berkat video viral di TikTok yang menampilkan proses pembuatan kue ini secara tradisional.
Video tersebut, diunggah oleh akun @DapurLembur, telah ditonton lebih dari 3 juta kali dan memicu rasa penasaran di kalangan milenial.
Banyak yang mencoba membuatnya sendiri di rumah, bahkan beberapa kedai kopi kekinian mulai menjual kue ini sebagai menu pelengkap kopi lokal.
Salah satu pengusaha muda yang sukses mengangkat kembali kue Chuikaoso adalah Rahma Ayuningtyas (28), pemilik gerai Lokalista di Bandung.
Ia mengemas kue ini dalam bentuk mini dan menyajikannya dalam kemasan modern.
“Orang muda sekarang suka sesuatu yang autentik tapi tetap estetik. Chuikaoso punya cerita, punya rasa, dan tampilannya pun Instagramable,” ujar Rahma.
Meski mengalami modernisasi dalam penyajian dan pengemasan, beberapa pelestari budaya berharap nilai tradisional dari kue Chuikaoso tetap dijaga. Salah satunya adalah komunitas Ngamumule Rasa, yang aktif memberikan pelatihan pembuatan kue tradisional kepada anak muda.
Menurut ketuanya, Asep Gunawan, menjaga warisan kuliner seperti Chuikaoso tidak hanya soal mempertahankan resep, tetapi juga mengenalkan filosofi di baliknya.
“Kue ini dulu tidak dibuat sembarangan. Ia hadir dalam momen-momen penting yang sakral.
Harapannya, generasi muda tidak sekadar menjual, tapi juga memahami nilai yang terkandung.”
Seiring naiknya pamor Chuikaoso, tantangan baru pun muncul. Salah satunya adalah pasokan bahan baku alami yang mulai langka.
Daun pandan liar, misalnya, kini sulit ditemukan di beberapa wilayah karena alih fungsi lahan.
Selain itu, tidak semua generasi muda memiliki kesabaran dan ketelatenan dalam membuat kue yang memerlukan waktu lama ini.