"Kue ini sering dibuat ibu saya setiap minggu pagi. Kami sekeluarga kumpul, makan sambil minum teh.
BACA JUGA:Lezat dan Menggoda, Gulai Ikan Patin Jadi Primadona Kuliner Nusantara
BACA JUGA:Semifinal UCL Leg 1: Arsenal Kalah Tipis 1-0 dari PSG
Rasa lembut dan manisnya selalu mengingatkan saya pada masa kecil," tambahnya.
Meski demikian, mempertahankan eksistensi kue lumpur di tengah dominasi makanan kekinian bukanlah hal mudah.
Banyak penjual harus berinovasi, baik dari segi rasa maupun kemasan. Beberapa pelaku usaha kini mulai menawarkan varian rasa seperti cokelat, keju, matcha, bahkan red velvet untuk menarik minat generasi muda.
Chef kuliner Betawi, Andhika Prasetyo, menilai bahwa inovasi ini penting selama tidak menghilangkan esensi kue lumpur itu sendiri.
“Kita boleh saja eksplorasi, tapi tetap harus menjaga cita rasa asli. Misalnya, tetap gunakan santan segar dan kentang lokal.
Jangan sampai rasa autentiknya hilang,” ujarnya saat diwawancarai di acara Festival Jajanan Nusantara di Monas.
Selain sebagai camilan, kue lumpur kini juga menjadi produk unggulan dalam promosi wisata kuliner Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif turut mendorong pelestarian makanan tradisional termasuk kue lumpur.
“Setiap tahun kami adakan pelatihan UMKM untuk meningkatkan kualitas dan pemasaran produk-produk tradisional Betawi. Kue lumpur adalah salah satu yang paling populer,” ujar Dina Larasati, Kabid Ekraf Disparekraf DKI Jakarta.
Menurutnya, tantangan terbesar adalah bagaimana menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara agar tertarik mencoba makanan khas lokal.
Banyak wisatawan dari luar Jakarta yang menyebut kue lumpur sebagai oleh-oleh favorit.
Salah satunya adalah Rani (35), wisatawan asal Surabaya, yang membeli kue lumpur di pusat oleh-oleh di daerah Kemang.
“Awalnya saya kira ini seperti pancake.