Menurut Dinda, tantangan terbesar dalam menjalankan bisnis ini adalah menjaga kualitas bahan.
“Matcha itu cepat oksidasi. Jadi kalau tidak disimpan dan diolah dengan benar, rasanya bisa berubah.
Kami selalu memastikan menggunakan matcha segar dan menyimpan di tempat kedap cahaya dan udara,” katanya.
Seiring meningkatnya kesadaran akan gaya hidup sehat dan minat terhadap budaya Jepang, matcha cookies diprediksi akan terus berkembang.
Apalagi, Indonesia memiliki pasar yang besar untuk produk makanan inovatif.
Melihat potensi tersebut, Dinda berencana memperluas distribusi produknya ke kota-kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, dan Bali.
“Kami juga sedang dalam proses sertifikasi halal dan uji BPOM supaya bisa masuk ke ritel modern,” ungkapnya.
Dengan kombinasi rasa, nilai gizi, dan estetika, matcha cookies tampaknya bukan sekadar tren musiman, melainkan bentuk baru dari camilan sehat yang siap bertahan di tengah persaingan industri kuliner yang kian kompetitif.*