Bakpia, Oleh-Oleh Legendaris Yogyakarta yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar

Minggu 13-07-2025,09:22 WIB
Reporter : Dahlia
Editor : Rhyca

PALPOS.ID — Siapa yang tidak kenal bakpia? Camilan berbentuk bulat pipih yang manis dan lembut ini telah menjadi ikon oleh-oleh khas Yogyakarta selama puluhan tahun.

Meski zaman terus berubah dan berbagai oleh-oleh kekinian bermunculan, bakpia tetap bertahan dan justru semakin berkembang dengan berbagai inovasi rasa dan varian.

 

Bakpia berasal dari budaya Tionghoa yang kemudian mengalami akulturasi dengan tradisi lokal Yogyakarta.

Nama “bakpia” sendiri berasal dari dialek Hokkien: "bak" yang berarti daging, dan "pia" yang berarti kue.

BACA JUGA:Sambal Colo-colo : Cita Rasa Pedas Khas Maluku yang Melegenda

BACA JUGA:Jagung Bose : Pangan Tradisional Ntt Yang Kembali Bersinar Di Tengah Modernitas

Namun, seiring dengan perkembangan budaya dan penyesuaian dengan selera masyarakat lokal, isi bakpia yang awalnya daging digantikan dengan kacang hijau yang lebih mudah diterima lidah Jawa.

 

Kini, bakpia tak hanya diisi dengan kacang hijau.

Inovasi demi inovasi membuat ragam isian bakpia semakin bervariasi, mulai dari cokelat, keju, durian, green tea, taro, red velvet, hingga varian modern seperti Nutella dan matcha.

Meski demikian, bakpia kacang hijau tetap menjadi pilihan favorit yang dianggap paling otentik.

BACA JUGA:Lezatnya Pindang Ogan: Resep Simpel dan Segar dari Dapur Rumahan

BACA JUGA:Resep Banana Cake Kukus Lembut dan Praktis, Cocok untuk Camilan Keluarga

 

Bakpia mulai populer di Yogyakarta sekitar tahun 1948.

Wilayah Pathok, yang kini dikenal sebagai sentra produksi bakpia, menjadi saksi tumbuh kembangnya industri rumahan ini.

Di kawasan ini, berjejer toko-toko dan rumah produksi bakpia yang dikenal dengan penomoran khas seperti Bakpia 25, Bakpia 75, hingga Bakpia Kurnia Sari yang tak menggunakan nomor.

 

Menurut pengamat kuliner tradisional, Dian Kusumawardhani, bakpia adalah contoh sukses kuliner yang mampu bertahan karena adaptif terhadap perubahan zaman.

BACA JUGA:Roti Panggang, Kuliner Sederhana yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar

BACA JUGA:Roti Panggang, Kuliner Sederhana yang Tak Pernah Kehilangan Penggemar

“Bakpia tidak stagnan. Meski mempertahankan rasa klasik, produsen bakpia juga sangat kreatif mengikuti tren.

Bahkan saat era digital, mereka hadir di marketplace dan bekerja sama dengan jasa pengiriman makanan,” ujarnya.

 

Namun perjalanan bakpia tidak selalu mulus.

Di era modern ini, persaingan semakin ketat dengan munculnya berbagai produk oleh-oleh kekinian dari para selebritas dan pelaku usaha baru.

Hal ini membuat para pengusaha bakpia harus berinovasi tidak hanya dari segi rasa, tapi juga kemasan, branding, dan strategi pemasaran.

 

Salah satu produsen bakpia, Rini Setyawati, pemilik Bakpia Rasa Rasa, mengatakan bahwa inovasi adalah kunci keberlangsungan usaha.

“Kami tidak hanya mengandalkan rasa klasik.

Kami juga hadirkan varian premium dengan kemasan eksklusif yang cocok untuk pasar wisatawan asing.

Kami juga aktif di media sosial untuk menjangkau konsumen muda,” ujarnya.

 

Rini menambahkan bahwa pandemi COVID-19 sempat membuat usahanya menurun drastis.

Namun setelah itu, penjualan online justru meningkat.

“Kami belajar bahwa pasar tidak hanya di toko fisik. Sekarang orang di Jakarta bisa pesan bakpia via aplikasi dan dikirim dalam hitungan hari. Ini membuka peluang baru.”

 

Seiring dengan meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Yogyakarta, bakpia juga mulai dilirik sebagai produk unggulan ekspor.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bahkan mendukung UMKM bakpia untuk mengikuti pameran kuliner internasional sebagai bagian dari promosi budaya.

 

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM DIY, Sigit Wicaksono, mengatakan bahwa bakpia adalah representasi produk lokal yang punya nilai ekonomi dan budaya tinggi.

“Kami fasilitasi pelatihan, sertifikasi halal, dan akses permodalan agar pelaku UMKM bakpia bisa naik kelas dan menembus pasar internasional,” jelasnya.

 

Beberapa merek bakpia bahkan sudah menembus pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, hingga Jepang.

Tentu saja dengan penyesuaian terhadap standar keamanan pangan dan selera lokal masing-masing negara.

 

Tak hanya soal rasa, bakpia juga menyimpan nilai budaya dan tradisi. Banyak keluarga di Yogyakarta yang secara turun-temurun melestarikan resep bakpia mereka.

Di beberapa rumah produksi, proses pembuatan bakpia masih dilakukan secara manual demi menjaga kualitas dan rasa khas.

 

“Bagi kami, bakpia bukan sekadar bisnis, tapi warisan keluarga,” kata Rudi Santoso, generasi ketiga dari produsen Bakpia Murni.

“Kami masih mempertahankan teknik memasak dan memanggang dari kakek kami, meskipun sekarang juga kami gunakan mesin untuk mempercepat produksi.”

 

 

 

 

 

Di tengah derasnya arus modernisasi dan persaingan industri oleh-oleh, bakpia tetap bertahan sebagai simbol kuliner khas Yogyakarta yang digemari lintas generasi.

Inovasi, adaptasi, dan kekuatan tradisi menjadi kunci utama kesuksesan bakpia dalam mempertahankan eksistensinya.

Baik dalam bentuk klasik maupun varian rasa modern, bakpia selalu berhasil merebut hati wisatawan sebagai oleh-oleh wajib dari Kota Gudeg.

Kategori :