Dalam keluarga Minang, memasak balado sering dilakukan bersama—ibu mengulek sambal, anak-anak membantu mengupas telur puyuh.
Aktivitas sederhana itu menjadi momen kebersamaan yang mempererat hubungan keluarga.
“Saya masih ingat, dulu setiap Lebaran, ibu selalu membuat sambal balado telur puyuh sebagai pelengkap opor dan rendang,” kenang Novi Rahmadani, perantau asal Bukittinggi yang kini tinggal di Surabaya.
“Aromanya selalu membuat rumah terasa hangat, dan setiap kali saya masak ulang di sini, rasanya seperti pulang kampung.”
Di tengah gempuran makanan cepat saji dan tren kuliner modern, sambal balado telur puyuh tetap bertahan sebagai menu favorit lintas generasi.
Kesederhanaannya justru menjadi kekuatan: bahan mudah didapat, cara memasak tak rumit, tapi hasilnya luar biasa menggugah selera.
Dari dapur kecil di rumah-rumah Minang hingga meja makan restoran besar, sambal balado telur puyuh membuktikan bahwa rasa autentik Indonesia selalu punya tempat di hati masyarakat.
Setiap gigitan adalah perpaduan rasa pedas, gurih, dan nostalgia yang sulit dilupakan — sebuah bukti bahwa cita rasa Nusantara tak pernah lekang oleh waktu.