Menanti Fatwa Legalisasi Ganja Medis

Menanti Fatwa Legalisasi Ganja Medis

Senyawa CBD diperoleh dari serangkaian proses kimia seperti ekstraksi dan isolasi tanaman ganja. Jadi yang dimaksud ganja medis bukanlah daun ganja utuh yang langsung dikonsumsi dengan cara dibakar atau dihisap, seperti yang biasa digunakan untuk penggunaan rekreasi.

Christoper A Legare dkk dalam kajiannya Therapeutic Potential of Cannabis, Cannabidiol, and Cannabinoid-Based Pharmaceuticals, menyebutkan, CBD murni memberikan efek terapeutik pada gangguan kejang, nyeri, stimulasi nafsu makan, kelenturan otot dan pengobatan mual/muntah.

Dalam kajian yang dimuat pada jurnal Pharmacology edisi Januari 2022 itu disebutkan, senyawa ini berpotensi untuk pengobatan kanker, penyakit neurodegeneratif, PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan kecanduan. Namun untuk memperkuat pemanfaatan itu masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

Pro Kontra di Indonesia

Sampai saat ini ada 15 negara yang telah melegalkan ganja. Uruguay adalah negara pertama yang melegalkan daun surga itu. Sejak 2013 ganja bisa dengan mudah ditemukan di sana. 

Selain Uruguay ada Kolombia, Meksiko, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Italia, Afrika Selatan, Australia, Argentina, Equador, Peru, Spanyol dan Siprus.

Terbaru, Thailand menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menghapus ganja dari obat-obatan terlarang sejak Juni 2022 lalu. Inilah yang juga turut menjadi pemicu, kembali mencuatnya wacana legalisasi ganja di Indonesia, selain aksi Santi Warastuti baru-baru ini.

Ditambah lagi dengan respon Wakil Presiden (Wapres) RI KH Ma’ruf Amin yang meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuat fatwa, mengenai wacana penggunaan ganja untuk kebutuhan medis, Selasa (28/6). Wapres berharap fatwa ini  dapat menjadi pedoman bagi DPR RI yang akan melakukan kajian terhadap wacana tersebut.

Pernyataan Wapres yang juga Ketua Pertimbangan MUI dinilai sebagian orang sebagai pembuka pintu untuk legalisasi ganja medis. Tak heran bila kemudian membuat wacana ini semakin menguat.

DPR RI pun langsung menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Kamis (30/6). Komisi III DPR RI mengundang Santi Warastuti dan Singgih Tomi Gumilang, salah satu kuasa hukum Santi dkk dalam judicial review UU Narkotika di MK. 

Komisi III DPR RI juga menghadirkan Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Dhira Narayana, serta Ketua Pembina Yayasan Sativa Nusantara, Musri Musman. Yayasan ini yang menginisiasi penelitian ganja untuk keperluan medis di Indonesia.

Pada kesempatan itu Musri Musman menegaskan, senyawa CBD pada minyak biji ganja bisa mengatasi cerebral palsy. Sejumlah penelitian sudah menganalisis manfaat minyak biji ganja terhadap cerebral palsy.

Hasilnya mampu meredakan gangguan hubungan saraf utama di kepala dengan reseptor. Menurutnya, kandungan minyak biji ganja mampu memperbaiki pemberian sinyal dari saraf utama di kepala ke reseptor, sehingga tubuh bisa menangkap sinyal dengan normal.

Musri mengklaim sudah ditemukan bukti bahwa pemberian 300 miligram hingga 600 miligram per hari pada penderita cerebral palsy tidak menyebabkan mabuk, tidak membahayakan dan tidak mengakibatkan adiksi atau ketergantungan.

Beberapa dari anggota Komisi III yang hadir pada rapat itu secara terbuka mendukung legalisasi ganja medis. Mereka juga memberikan semangat bagi Santi, sebagai sesama orangtua yang tentunya selalu ingin memberian yang terbaik kepada si anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: