Ini Arti Lambang Polda Sumsel, Kamu Wajib Tahu

Ini Arti Lambang Polda Sumsel, Kamu Wajib Tahu

Kantor Polda Sumsel --

PALEMBANG, PALPOS. ID- Polda Sumsel memiliki maskot berupa Gajah Putih. Belum diketahui secara pasti sejak kapan maskot ini mulai digunakan.

 

Selain Gajah Putih, di lambang Polda Sumsel juga ada keris, gong, bukit, 9 aliran sungai, serta padi dan kapas. Nah, berikut arti dari lambang Polda Sumsel:

1.  Gajah

 

Gajah ini melambangkan kekuatan, kepatuhan, kesabaran dan ketenangan. Dalam menjalankan tugas. Seorang polisi harus bersikap tenang, sabar, patuh dan disiplin.

2. Keris Segaro Kembar

 

 

Lambang Keris Segaro Kembar, merupakan keris pusaka milik Sultan Mahmud Badaruddin II, yang memiliki makna sebagai alat pelindung kebenaran.  Keris Segaro Kembar melambangkan persatuan antara Polri sebagai penegak hukum dan sebagai pelindung masyarakat.

BACA JUGA:Ini 10 Fakta Sejarah Polda Sumsel, Nomor 4 Bikin Terkejut

 

3. Gong

 

Gong melambangkan alat komando atau panggilan untuk mengadakan musyawarah dan mengajak masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan.

4. Bukit

 

Bukit menggambarkan Bukit Siguntang, tempat bersemayam Raja Sriwijaya. Bukit ini melambangkan kekuatan dan ketahanan dalam menghadapi segala rintangan.  Polisi sebagai penegak hukum harus berdiri di atas kebenaran dan keadilan. Polri berkewajiban untuk membina, membela serta melindungi masyarakat.

5.  9 Alur Sungai

 

Sembilan Alur Sungai melambangkan sembilan sungai yang ada di Sumsel, yang biasa disebut Batang Hari Sembilan. Air sebagai lambang kehidupan dan kesuburan di Sumsel dan keberadaan Polri di tengah masyarakat.

6. Padi dan Kapas

 

Padi dan Kapas melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Sedangkan Bintang, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kepolisian Daerah Sumatera Selatan (Polda Sumsel) secara resmi terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1950. Saat itu kantor Polda Sumsel terletak di Jalan Merdeka, dekat Masjid Agung, tepatnya di Monpera yang ada saat ini. Dari kantor sederhana inilah Komando Kepolisian Sumatera Selatan dijalankan.

 

Kantor Komando Daerah Kepolisian (Komdak atau Kodak) VI/ Sumatera Selatan, berbentuk rumah limas (rumah adat Palembang) yang terbuat dari kayu.

 

Sejarah kepolisian di Sumatera Selatan (Sumsel) dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Struktur dan susunan organisasi dibentuk berdasarkan kesatuan-kesatuan kepolisian sebagai hasil dari reorganisasi

Kepolisian di daerah Sumsel membawahi Polisi keresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu , Bangka dan Belitung (Babel). Polisi keresidenan membawahi polisi kabupaten dan daerahnya masing-masing. Polisi-polisi sub wilayah sebagai ujung tombak dan struktur ini berlangsung  dari tahun 1950 hingga tahun 1958.

Sebelum pemekaran, Polda Sumsel bernama Polda Sumbagsel, yang membawahi tiga kepolisian wilayah (Polwil) yaitu; Polwil Lampung, Jambi dan Bengkulu, serta satu Kepolisian Kota Besar (Poltabes) berada di Palembang, dan tiga kepolisian Resort Kota (Polresta) yaitu di Jambi, Bandar Lampung dan Bengkulu

 

Dengan adanya pemekaran dan terbentuknya Provinsi Bangka Belitung, Polda Sumsel hanya membawahi 1 Poltabes dan 13 Polres

 

Pada masa penjajahan Belanda terdapat beberapa jenis kesatuan polisi, antara lain Polisi Lapangan (Veld Politie), Reserse Daerah (Geweste/i/ke Recherche), Polisi Kota (Staads-Politie) dan Polisi Umum (Alaemene Politie).

 

Sedangkan di tempat-tempat controleyur (onder afdeling) dibentuk detasemen-detasemen polisi. Pembentukan kesatuan kepolisian diselaraskan dengan kebutuhan dan kondisi daerah Sumsel. Tujuannya adalah  untuk melindungi orang-orang Belanda yang bekerja bagi kolonial.

 

Sumatera Selatan sendiri mencakup tiga keresidenan, yaitu Keresidenan Palembang, terdapat beberapa controleur diantaranya Lubuk Linggau, Lahat, Pagar Alam, Tebing Tinggi, Baturaja, Kayuagung, Sekayu, Belitung dan Pangkal Pinang.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: