Tradisi Bebehas: Menciptakan Kebersamaan di Muara Enim yang Terpinggirkan oleh Kemajuan Zaman

Tradisi Bebehas: Menciptakan Kebersamaan di Muara Enim yang Terpinggirkan oleh Kemajuan Zaman

Tradisi Bebehas: Menciptakan Kebersamaan di Muara Enim yang Terpinggirkan oleh Kemajuan Zaman--Foto: BudayaIndonesia/Palpos.id

PALPOS.ID - Bebehas merupakan tradisi yang dahulu kerap dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Kabupaten Muara Enim.

Tradisi ini memiliki akar yang dalam bagi budaya masyarakat Muara Enim, dan dahulu dilakukan manakala suatu keluarga akan mengadakan hajat, seperti ingin menikahkan putra putrinya atau yang biasa disebut dengan ngantenkan.

Tradisi Bebehas hanya dilakukan oleh para ibu dan remaja putri. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bergotong-royong, menciptakan momen kebersamaan yang sangat berarti dalam kehidupan masyarakat Muara Enim.
BACA JUGA:Tim Ahli Cagar Budaya Palembang Dilantik, Ini Tugasnya..
Secara umum, tradisi Bebehas dibagi menjadi beberapa tahap yang memerlukan kolaborasi dan keterlibatan dari banyak individu.
Setiap tahap memiliki makna dan simbolisme tersendiri dalam budaya mereka.

Mengirik: Memisahkan Padi dari Tangkainya

Tahap awal tradisi Bebehas dimulai dengan mengirik, yaitu proses pemisahan padi dari tangkainya. Dalam bahasa masyarakat Muara Enim, mengirik adalah tindakan yang sangat penting dan simbolis.

Ini adalah langkah pertama dalam proses membentuk komunitas yang kuat dan terjalin erat. Para ibu dan remaja putri berkumpul bersama untuk melakukan tugas ini, menciptakan ikatan sosial yang mendalam di antara mereka.
BACA JUGA:Pembentukan Provinsi Tangerang Raya: Implikasi Terhadap Identitas Budaya dan Sejarah
Mengisal: Proses Pengeringan Biji Padi

Padi yang sudah dipisahkan dari tangkainya kemudian dijemur, tahap ini dinamakan dengan mengisal. Proses ini tidak hanya tentang pengeringan padi tetapi juga tentang menghormati siklus alam.

Ini mengajarkan kepada generasi muda tentang pentingnya keterlibatan manusia dalam proses pertanian dan bagaimana ketergantungan mereka pada alam.

Menggiling: Memisahkan Bulir Padi dengan Kulitnya

Padi yang sudah dijemur kemudian masuk ke tahap selanjutnya, yaitu ditumbuk dengan menggunakan lesung. Proses ini dilakukan untuk memisahkan bulir padi dengan kulitnya.
BACA JUGA:Pesona Wisata Medan: Eksplorasi Keindahan Alam dan Budaya di Kota Sumatera Utara
Ini adalah langkah yang memerlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara para ibu dan remaja putri yang terlibat. Tradisi ini mengajar nilai-nilai kerjasama dan keberlanjutan dalam bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang sama.

Mengisaram: Menyimpan Padi dalam Alat Tradisional

Setelah bulir padi terkelupas, barulah dilakukan tahap menampikan biji padi ke dalam alat yang terbuat dari balok kayu yang oleh masyarakat Muara Enim disebut dengan isaram.

Proses ini adalah simbol kesiapan dalam memberikan hasil panen kepada keluarga yang akan mengadakan hajat. Ini juga menunjukkan rasa persiapan dan kepedulian kolektif dalam komunitas.

Menyumbangkan Hasil Panen dan Gotong Royong
BACA JUGA:Sumsel Raih Penghargaan Kostum Tradisional Terbaik di Ajang Putra Putri Kebudayaan Remaja Nusantara 2023
Tahapan terakhir dari tradisi Bebehas adalah membawa hasil panen padi ke tempat tuan rumah yang akan mengadakan hajat.

Ini adalah puncak dari seluruh proses Bebehas, di mana hasil kerja keras dan kolaborasi mereka dipersembahkan sebagai ungkapan terima kasih.

Si empunya hajat akan memberikan oleh-oleh berupa bakul yang berisi berbagai bahan makanan, seperti gula, kopi, dan minyak goreng. Ini adalah bentuk penghargaan atas kerja keras dan dedikasi komunitas dalam membantu persiapan acara hajatan.

Berbagai tahapan dalam tradisi Bebehas tersebut dilakukan secara bergotong-royong, menciptakan ikatan yang kuat antara para ibu dan remaja putri serta mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, kerjasama, dan gotong royong.
BACA JUGA:Desa Penglipuran, Permata Budaya Bali yang Tetap Autentik
Ini adalah tradisi yang kaya makna dan memiliki dampak positif dalam memperkuat hubungan sosial di komunitas Muara Enim.

Namun, sayangnya, tradisi Bebehas makin tergerus oleh kemajuan zaman dan teknologi. Tradisi ini makin jarang atau bahkan sudah tidak pernah ditemukan lagi di beberapa daerah.

Hal ini disebabkan oleh perubahan pola hidup yang semakin individualistis, yang menggantikan pola hidup tradisional yang lebih berfokus pada kebersamaan dan kerjasama.
BACA JUGA: Pancuran Telu di Jawa Tengah: Keindahan Alam dan Warisan Budaya yang Mengagumkan
Padahal dalam Bebehas, terkandung nilai-nilai luhur masyarakat Muara Enim yang guyub, saling menghormati, dan bersyukur atas limpahan berkah yang diberikan Tuhan.

Ini adalah warisan budaya yang sangat berharga yang seharusnya dilestarikan dan dihargai sebagai bagian dari identitas masyarakat Muara Enim.

Kita semua dapat belajar dari tradisi Bebehas tentang pentingnya kebersamaan, kerjasama, dan kepedulian dalam membangun komunitas yang kuat.
BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Keunikan Budaya dan Kuliner Menggoda Provinsi Daerah Istimewa Surakart
Semoga tradisi ini tetap hidup dan dilestarikan dalam budaya masyarakat Muara Enim, dan menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjaga nilai-nilai kebersamaan dalam dunia yang semakin modern ini.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: