“Berubah atau Punah”, Slogan atau Ancaman?

“Berubah atau Punah”, Slogan atau Ancaman?

Berubah atau Punah-Foto: Andi F-

Mereka telah memiliki mitigasi fisik dan psikis tentang efektivitas dan risiko ketika slogan itu diluncurkan.

Dari sisi makna, pemakaian kata keras untuk suatu slogan memang banyak dihindari.

Umumnya, suatu entitas maupun program menggunakan kalimat indah, lembut, elegan, dan prospektif sebagai slogan.

“Melayani dengan hati, bersama kita bisa, untuk masa depan yang lebih baik, karena kita harus bersama...” dan kalimat lainnya adalah lazimnya slogan.

Ketika slogan yang dicanangkan begitu keras, itu tentu penuh dengan makna.

Namun demikian, saya sepakat dengan penggunaan slogan itu.

Atau, kalau kalimat “Berubah atau Punah” itu menolak disebut sebagai slogan, akan lebih tepat dimaknakan sebagai ancaman.

Memang terasa lebih ngeri secara bahasa, tetapi dramanya akan lebih pas untuk berhadap-hadapan alias head to head sebagai respons-nya.

Lalu, siapa yang mengancam, diancam, dan yang terancam? 

Mohon maaf, analisis soal slogan yang berubah menjadi ancaman ini bukan soal peta dan pemetaan jabatan.

Ini adalah autokritik komunal pada suatu entitas yang saya secara pribadi menjadi bagiannya.

Oleh karena itu, tak ada tendensi untuk memetakan siapa (secara individu) maupun mengapa (secara komunal) yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini, tetapi lebih kepada bagaimana kita menyikapi keadaan.

Namun, jika terpaksa kita harus menguliti dan “menuduh” tentang siapa yang menebar ancaman ini, maka jawabannya adalah “Si Era”.

Era atau bisa juga kita sebut dengan zaman adalah pihak yang paling mengancam kita, PTPN I Regional 7, jika tidak berubah.

Ia akan merangsek masuk ke sistem, merasuki setiap sendi dan sumsum tulang belakang semua elemen dalam perusahaan, yang kemudian menebarkan virus yang mematikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: