Direktur Jenderal HAM Soroti Peningkatan Kasus Anak Berkonflik dengan Hukum, Desak Revisi UU SPPA

 Direktur Jenderal HAM Soroti Peningkatan Kasus Anak Berkonflik dengan Hukum, Desak Revisi UU SPPA

--

INFORIAL, PALPOS.ID-Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM), Dhahana Putra, telah mengungkapkan keprihatinannya terhadap tren peningkatan kasus anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) di Indonesia.

Menurut Dhahana, tren ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih efektif dari pemerintah untuk mencegah terjadinya kasus-kasus semacam itu dan memastikan penanganan yang adil dan sesuai dengan hak-hak anak.

Dalam konteks konstitusi, hak-hak anak sudah secara tegas diatur dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Namun, meskipun perlindungan konstitusional telah diatur, kenyataan menunjukkan bahwa kasus kejahatan serius seperti pembunuhan dan kekerasan seksual yang melibatkan anak semakin meningkat.

BACA JUGA:Kakanwil Kemenkumham Sumsel Apresiasi Dapur Lapas Muara Dua

BACA JUGA:Delapan Atlet Kemenkumham Sumsel Siap Berlaga pada Kejurnas Kempo 2024

Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana pendekatan restorative justice dapat diterapkan secara efektif kepada ABH.

Menurut Dhahana, pendekatan restorative justice merupakan salah satu pendekatan yang seharusnya dapat membantu menyelesaikan masalah ini.

Di Indonesia, pendekatan ini secara formil diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Undang-undang ini merupakan tonggak penting dalam sistem peradilan pidana Indonesia yang berfokus pada paradigma restorative justice, yang bertujuan untuk mengedepankan penyelesaian perkara melalui mediasi dan rehabilitasi, bukan hanya hukuman semata.

BACA JUGA: Pastikan Kondusifitas, Kakanwil Kemenkumham Sumsel Tinjau Rutan Baturaja

BACA JUGA:Kemenkumham Sumsel Lakukan Verifikasi Bantuan Hukum di Musi Banyuasin

UU SPPA memperkenalkan konsep diversi sebagai salah satu upaya dalam menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan pidana formal.

Menurut Pasal 5 ayat (1) UU SPPA, sistem peradilan pidana anak harus mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: