Pemerintah Terapkan Aturan Kemasan Rokok Polos, Gaprindo: Kebijakan Tidak Mempertimbangkan Industri Rokok

Pemerintah Terapkan Aturan Kemasan Rokok Polos, Gaprindo: Kebijakan Tidak Mempertimbangkan Industri Rokok

Pemerintah Terapkan Aturan Kemasan Rokok Polos, Gaprindo: Kebijakan Tidak Mempertimbangkan Industri Rokok.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

Pada tahun 2023 saja, pendapatan negara dari cukai rokok tercatat mencapai lebih dari Rp 200 triliun, yang digunakan untuk mendanai berbagai program pemerintah, termasuk di bidang kesehatan dan pembangunan infrastruktur.

Namun, dengan adanya kebijakan kemasan polos, pendapatan ini diperkirakan akan menurun drastis. 

Tauhid Ahmad dari INDEF memaparkan bahwa hilangnya merek dagang pada kemasan rokok tidak hanya merugikan produsen, tetapi juga pemerintah, karena berpotensi menurunkan minat konsumen untuk membeli produk legal.

Selain itu, Tauhid juga mengingatkan bahwa kebijakan semacam ini, yang hanya berfokus pada satu aspek kesehatan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi, dapat menjadi bumerang bagi pemerintah. 

Ia mengusulkan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam merancang kebijakan, dengan mempertimbangkan berbagai sisi, termasuk potensi kehilangan pendapatan negara yang sangat besar.

Pengaruh Kebijakan Polos di Negara Lain

Indonesia bukanlah negara pertama yang mencoba menerapkan kebijakan kemasan polos untuk produk rokok. 

Negara-negara seperti Australia dan Inggris telah menerapkan kebijakan serupa dalam upaya mengurangi prevalensi merokok di kalangan masyarakat.

Namun, hasil yang diperoleh di negara-negara tersebut menunjukkan adanya perdebatan mengenai efektivitas kebijakan ini. 

Di satu sisi, beberapa studi menunjukkan adanya penurunan jumlah perokok, tetapi di sisi lain, muncul peningkatan perdagangan rokok ilegal yang sulit diawasi oleh pemerintah.

Indonesia, dengan pasar rokok yang jauh lebih besar dan kompleks, tentu memiliki tantangan tersendiri dalam menerapkan kebijakan ini. 

Dalam konteks Indonesia, di mana rokok juga menjadi bagian dari budaya dan kebiasaan masyarakat, kebijakan kemasan polos mungkin tidak serta-merta memberikan hasil yang diharapkan.

Henry Najoan dari GAPPRI menekankan bahwa Indonesia harus berhati-hati dalam mengadopsi kebijakan yang diterapkan di negara lain, mengingat kondisi pasar dan perilaku konsumen yang sangat berbeda. 

Menurutnya, kebijakan yang diterapkan di negara-negara Barat belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia tanpa adanya penyesuaian yang matang.

"Kita harus belajar dari pengalaman negara lain, tapi juga menyesuaikan dengan realitas di lapangan. Jangan sampai kebijakan ini justru merugikan lebih banyak pihak," tambah Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: