Menghidupkan Tradisi Sarikayo Minangkabau: Warisan Rasa dan Budaya yang Tetap Lestari

Bukan sekadar pencuci mulut, Sarikayo adalah warisan budaya Minangkabau yang kaya akan filosofi dan tradisi. -Fhoto: Istimewa-
Dewi Marlina, seorang ibu rumah tangga di Bukittinggi, menyampaikan bahwa resep Sarikayo telah diwariskan secara turun-temurun di keluarganya. "Saya belajar membuat Sarikayo dari nenek saya.
Prosesnya memang memerlukan kesabaran dan ketelatenan, terutama dalam mengocok telur agar teksturnya tidak bergumpal saat dikukus," jelasnya.
BACA JUGA:Pendap, Kuliner Khas Bengkulu yang Menantang Lidah dan Menggugah Selera
BACA JUGA:Sate Bandeng : Kuliner Legendaris Banten yang Tetap Melegenda di Tengah Modernisasi
Dalam konteks modern, Sarikayo juga mulai mengalami inovasi tanpa meninggalkan akar tradisinya.
Beberapa pelaku usaha kuliner di Sumatera Barat telah mengemas Sarikayo dalam bentuk cup praktis dengan kemasan kekinian, bahkan tersedia dalam berbagai varian rasa seperti pandan, durian, dan cokelat.
Inovasi ini bertujuan agar Sarikayo bisa menjangkau generasi muda serta pasar nasional bahkan internasional.
Salah satu UMKM yang mengembangkan produk ini adalah “Sari Raso Minang” yang berlokasi di Payakumbuh.
Pemiliknya, Sari Yunita, mengungkapkan bahwa dirinya terinspirasi untuk mengangkat Sarikayo sebagai ikon kuliner Minang yang bisa bersaing di pasar digital.
"Kami ingin membuktikan bahwa makanan tradisional bisa tetap eksis dan diminati generasi sekarang jika dikemas dengan baik dan dipasarkan secara cerdas," katanya.
Pemerintah daerah Sumatera Barat pun turut mendukung pelestarian dan promosi kuliner tradisional seperti Sarikayo.
Dalam beberapa festival seperti Festival Minangkabau dan Pekan Budaya Sumbar, Sarikayo selalu menjadi bagian dari agenda utama untuk memperkenalkan keanekaragaman kuliner lokal.
Dinas Pariwisata juga secara aktif menggandeng pelaku UMKM dan komunitas pecinta kuliner untuk mengadakan pelatihan serta lomba masak Sarikayo guna menarik minat masyarakat luas.
Namun, tantangan tetap ada. Generasi muda saat ini cenderung lebih tertarik pada makanan instan dan tren kuliner global yang menyebar cepat melalui media sosial.
Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para pelestari budaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: